Minggu, 08 September 2013

DAKWAH MASYARAKAT DESA PONCOHARJO KECAMATAN BONANG KABUPATEN DEMAK



 
BAB I
PENDAHULUAN
A.    Latar belakang
Dakwah yang berarti menyerukan dan menyampaikan ajran allah kepada setiap ummat manusia, usianya adalah usia setua manusia itu sendiri. Dalam perjalanannya sejak dahulu hingga kini, dakwah telah meninggalkan bekas-bekas dan peristiwa-peristiwa yang dapat diketahui dengan mengamati, mempelajari dan memperkembangkan sejarah perkembangan agama. Tetapi karena agama itu dalam berbagai aspek ajarannya menyangkut pula tentang peri kehidupan manusia dalam hubungannya alam dunia ini, maka tentu saja peristiwa dakwah itu erat hubungannya dengan sejarah kehidupan manusia.
Dakwah dalam praktiknya merupakan kegiatan yang sudah cukup tua, yaitu sejak adanya tugas dan fungsi yang harus di emban oleh manusia di belantara kehidupan dunia ini. Oleh sebab itu, eksistensi dakwah tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun, karena kegiatan dakwah sebagai proses penyelamatan umat manusia dari berbagai persoalan yang merugikan kehidupannya, merupakan bagian dari tugas dan fungsi manusia  yang sudah direncanakan sejak awal penciptaan manusia sebagai khalifah fi al-ardh.
Menilik permasalahan tersebut, dakwah pada masyarakat desa poncoharjo kecamatan bonang kabupaten deemak menjadi prioritas untuk diselesaikan, dengan tujuan agar tercipta masyarakat yang baik (khoiru ummah). Maka dari itu sebagai mahasiswa fakultas dakwah yang akan terjun dalam berdakwah di masyarakat dan untuk mempersiapkan hal itu, saya melakukan observasi pada aspek dakwah di desa poncoharjo kecamatan bonang kabupaten demak.





B.     Rumusan Masalah

1.      Bagaimanakah masyarakat desa dan karakteristiknya ?
2.      Bagaimanakah kondisi sosial mayarakat desa poncoharjo kecamatan bonang kabupaten demak ?
3.      Apa saja yang menjadi hambatan dakwah mayarakat desa poncoharjo kecamatan bonang kabupaten demak ?
4.      Bagaimana strategi serta solusi dakwah yang tepat untuk mayarakat desa poncoharjo kecamatan bonang kabupaten demak ?

BAB II
LANDASAN TEORI
A.    Karakteristik masyarakat desa
1.      Masyarakat desa
Desa mungkin merupakan bentuk pemukiman terpenting yang tertua mempunyai tatanan atau aturan hidup tersendiri di dalam menata kehidupan para pemukim. Desa juga merupakan konsentrasi penduduk di satu tempat yang mempunyai berbagai kemudahan yang memungkinkan kehidupan satu masyarakat dapat berlangsung. Di berbagai tempat seperti di Afrika, hamper di seluruh Asia, Eropa dan Amerika Latin, desa merupakan bentuk pemukiman utama. (Smith dan Zopf,1970).[1]
Di sisi lain, dari segi perbendaharaan sejarah kata, atau secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sangsekerta dari kata deshi artinya “tanah kelahiran” atau “tanah tumpah darah”. Selanjutnya dari kata desa itu, merupakan istilah yang menunjukkan “ suatu wilayah hukum di jawa pada umumnya” (Suetardjo, 1984:15). Kata yang hamper sama atau lebih kecil tingkatannya adalah “dusun, duku, atau kampong” atau sebutan yang lain lagi yang searti seperti gampong, hukum tua, wanua, dan lain sebagainya. [2] Secara epistimologi adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerntahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (C.S. Kansil)

2.      Karakteristik desa
Pada umumnya, suatu pemukiman mempunyai beberapa ciri atau aspek tertentu yang memungkinkan ia berdiri sebagai satu pemukiman yang utuh yang disebut desa. Cirri atau aspek yang dimaksud adalah termasuk bahwa:
a.       Suatu desa biasanya terdiri dari sekelompok rumah, sejumlah lumbung padi, dan gudang-gudang atau bangunan lain yang dipakai bersama, disamping lahan yang dimiliki secara sendiri atau dimiliki dan dipakai bersama-sama.
b.      Di dekat dan atau di sekitar desa biasanya terdapat lahan pekarangan yang di usahakan, dan mungkin dipakai sebagai lahan usaha untuk mendukung kehidupan atau kebutuhan sehari-hari.
c.       Lahan usaha tani umumnya terdapat jauh atau terpisah dari pusat pemukiman.
d.      Sering pula di sela-sela lahan usaha tani terdapat padang pengembalaan.
e.       Di luar semua cirri tersebut di atas, dan mungkin juga sebagai batas alami satu desa dengan desa-desa lain disekitarnya terdapat hutan semak belukar yang sering pula merupakan sumber energy bagi pemukiman desa (Smith dan Zopf. 1970; Sugihen, 1980).[3]
Berikut karakteristik desa menurut beberapa ahli:
*      Raoucek dan Warren:
1.      Homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan, sikap dan tingakhlaku
2.      Anggota keluarga sebagai unit ekonomi
3.      Kelompok primer memiliki peran penting
4.      Secara geografis terikat dengan tanah kelahirannya
5.      Intimitas dan solidaritasnya tinggi
*      Menurut  Rogers:
1.      Mutual distrus interpesonal relations dampaknya adalah kompetisi dibidang ekonomi
2.      Perceived limited goodàpandangan sempit
3.      Familisme à rasa kekelurgaan dan keakraban
4.      Lack of innovationess( enggan menerima/menciptakan ide baru)à massayarakat desa yang relatif belm berkembang dan maju.menerima ide baruu jik a daya dukung alam sudah mulai berkurang
5.      Fatalism
6.      Lack of deferred gratification.àketiadaan /kurang memiliki  sifat untuk mengekang diri
*      Soetardjo Kartohadikusumo yang dikutipkan dari Prof Bintaro (1984:13)
Desa ialah suatu kesatuan hukum di mana bertempat tinggal suatu masyarakat yang berkuasa mengadakan pemerintahan sendiri.[4]

BAB III
OBSERVASI LAPANGAN

A.    Kondisi Sosial Mayarakat Desa Poncoharjo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
Desa poncoharho kecamatan bonang kabupaten demak ini terletak di tengah-tengah luas hamparan sawah. Dengan jarak sekitar 2 km jika keluar dari desa untuk menuju ke jalan raya (kota). Desa ini yang mayoritas penduduknya memiliki pekerjaan sebagai petani. Namun ada sebagian yang bekerja di mebel di perantauan. Berdasarkan wawancara yang saya lakukan (Jumat, 14 juni 2013. Pukul 17:12 WIB) dengan salah satu tokoh agama desa yaitu Ramadi mengatakan bahwa : “ Alhamdulillah, kondisi sosial di desa poncoharjo ini cukup baik. Gatong royong dan sikap saling membantu antara individu satu dengan yang lain masih terjalin dengan baik”.
“Aktivitas sehari-hari yang dilakukan masyarakat desa poncoharjo adalah pergi menggarap sawah. Baik itu sawah milik sendiri maupun hanya sebagai pekerja di sawah orang lain. Karena itu memang sudah menjadi pekerjaan bagi mereka. Untuk agenda mingguan mengenai agama yang rutin dilaksanakan di desa ini yaitu senin malam; tahlilan ibu-ibu, rabu malam; rebana atau berjanji, kamis sore; fatayatan (fatayat NU), kamis malam; tahlilan bapak-bapak. Bagi para remaja yaitu kamis malam ; yasinan. Sedangkan untuk agenda tahunan mengenai agama yaitu adanya apitan di bulan apit (dalam jawa) dan pengajian dalam rangka santunan anak yatim piatu di bulan rajab (dalam islam)”. Tambah Ramdi.
  Masyarakat di desa poncoharjo ini semua beragama islam, jadi sangat wajar jika mereka masih kental dengan agama islam. Seperti dalam acara “Apitan” yang dilaksanakan setiap bulan apit (dalam jawa), yang dilaksanakan di tempat lurah desa dengan menggunakan wayang sebagai kesenian dengan memanfaatkan untuk media  dakwah sekaligus, seperti yang di lakukan oleh Sunan Kalijaga bahwa sesungguhnya itu adalah budaya jawa yang sudah ada pada masa sebelum masyarakat Demak khususnya desa poncoharjo ini masuk islam, akan tetapi setelah masuk islam, budaya “Apitan” tersebut dalam rangkaian acaranya banyak yang berisi tentang islam, contohnya ketika dalang memainkan wayangnya dengan menggunakan cerita islami. Selain itu, ketika sore hari ada slametan nasi tumpeng dengan menggunakan doa-doa islam untuk keselamatan desa tersebut.
Mengenai pengajian dalam rangka santunan anak yatim piatu yang di adakan setiap bulan rajab di selenggarakan oleh alumni pondok pesantren dawar Boyolali jawa tengah yang ada di desa tersebut. Mereka mendata semua anak yatim piatu di desa dan mengundang untuk bisa datang mengikuti pengajian serta santunan. Anggaran yang di dapat dari donatur masyarakat desa sendiri berupa kebutuhan pokok sehari-hari. Kegiatan ini mendapat banyak dukungan dari tokoh-tokoh pesantren dawar itu sendiri, bahkan mereka ikut serta menghadiri pengajian tersebut.
Wawancara berikutnya dengan Habib Masturi (sabtu, 15 juni 2013. Pukul 09:32 WIB) sebagai remaja yang aktif mengikuti kegiatan desa. Ia menjelaskan bahwa kondisi  para remaja di desa cukup baik, para remaja masih mudah untuk di kontol orang tuanya untuk melakukan hal-hal yang positif dalam hidup. Seperti, misalnya ada orang tua yang sakit dan tidak bisa mengikuti tahlilan mingguan, mereka mau menggatikan orang tuanya untuk berangkat tahlilan tersebut. Bahkan ada juga remaja yang membantu orang tuanya menggarap  sawah setiap ia dibutuhkan oleh orang tuanya.
Di hari-hari besar islam, rasa antusias masyarakat dalam merayakan masih sangat besar. Seperti peringatan maulud nabi Muhammad saw yang di isi berjanji seminggu penuh di masjid dan musholla. Di bulan ramadhan biasanya masyarakat mengaji kitab di masjid yang selingi dengan ceramah da’i yaitu Masri dan Mustagfirin ketika sore hari, berbeda dengan para remaja waktu ngajinya ketabnya sore dan setelah tarawih di salah satu tokoh masyarakat yang terkenal dengan santrinya yaitu Mashud. Untuk anak-anak sendiri biasanya mereka ngaji Al Qur’an setiap setelah subuh dan duhur.
   
B.     Hambatan Dakwah Mayarakat Desa Poncoharjo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
Hambatan dakwah yang sering terjadi pada seorang da’i desa ini yaitu ketika da’i melakukan hal-hal yang negatif dalam kehidupan sehari-hari, seperti bertengkar atau beradu mulut dengan salah satu masyarakat karena jual beli sawah. Maka hilanglah sudah kepercayaan masyarakat terhadap da’i tersebut, bahkan masyarakat bisa tidak memperhatikan da’i sama sekali dengan apa yang telah da’i diajarkan.
Terkadang masyarakat merasa jenuh dengan pesan dakwah yang di sampaikan oleh da’i dengan menggunakan dakwah bil lisan karena pesan atau materi dakwah yang di sampaikan kurang up to date ( hangat/ mengikuti perkembangan), apalagi bagi para remaja, mereka pasti menginginkan materi dakwah yang terkait dengan kehidupannya. Selain itu juga di masyarakat (mad’u) disini bersifat pasif, hanya mendengarkan apa yang di sampaikan oleh da’i saja.
            Hambatan lain yang sering di jumpai dalam masyarakat desa ini yaitu ketika  sebagai panita penyelenggaraan pengajian dalam rangka santunan anak yatim piatu (orang yang mnegakkan islam) dalam konteks ini, ketika dalam acara pengajian anak yatim piatu yang di adakan setiap tahun oleh alumni pondok pesantren dawar boyolali seperti penjelsan di atas tadi terkadang ada kurang ikhlas dalam memberikan sebagaian hartanya. Padahal memberikan sebgaian hartanya atau sebagai donatur dalam acara pengajian tersebut adalah menjadi salah satu sarana dakwah yang tepat dalam menegakkan amal makruf nahi mungkar.  


C.    Strategi Serta Solusi Dakwah Yang Tepat Untuk Mayarakat Desa Poncoharjo Kecamatan Bonang Kabupaten Demak.
Strategi dakwah yang di gunakan seoarang da’i yang tepat untuk mayarakat ini adalah menggunakan metode dakwah bil hal (dengan perilaku). Dengan seorang da’i berperilaku baik dalam kehidupan sehari-harinya maka secara tidak langsung da’i bisa dikatakan berdakwah untuk dirinya sendiri khususnya, umumnya untuk masyarakat desa yang bisa menjadikan kepercayaan bagi masyarakat menganai dakwahnya tersebut. Sehingga solusi yang tepat dalam hal ini yaitu seorang da’i hendaknya memiliki karakteristik yang bisa dijadikan suri tauladan (uswah hasanah) bagi masyarakat. Sifat-sifat terpuji tersebut sesungguhnya sangat banyak, namun yang terpenting di antaranya adalah sebagai berikut: pertama, seorang da’i hendaknya lemah lembut dalam menjalankan dakwah. Kedua, bersedia untuk bermusyawarah dalam segala urusan, termasuk dalam urusan dakwah. Ketiga, memiliki kebulatan dan tekad dalam menjalankan dakwah. Keempat, selalu berserah diri (tawakal) kepada Allah. Kelima, memohon pertolongan kepada Allah sebagai konsekuensi dari tawakakal. Keenam, menjauhi sikap dan perilaku yang curang dan culas serta sikap negative lainnya.[5]
Untuk strategi yang bisa diterapkan dalam desa ini mengenai kejenuhan masyarakat (mad’u) ketika da’i menggunakan metode dakwah bil lisan yaitu da’i menggunakan pesan atau materi memnag mengenai ajaran islam itu sendiri yang merupakan agama terakhir dan sempurna, sebagaimana difirmankan oleh Allah Swt dalam surat Al Maidah ayat 3 yaitu :

 4 tPöquø9$# àMù=yJø.r& öNä3s9 öNä3oYƒÏŠ àMôJoÿøCr&ur öNä3øn=tæ ÓÉLyJ÷èÏR àMŠÅÊuur ãNä3s9 zN»n=óM}$# $YYƒÏŠ 4
Artinya : “Pada hari ini telah Kusempurnakan untuk kamu agamamu, dan telah Ku-cukupkan kepadamu nikmat-Ku, dan telah Ku-ridhai Islam itu Jadi agama bagimu”.

Akan tetapi da’i bisa berfikir kreatif dalam mengemas materi serta menyangkutkan materi islam pada masa dahulu dengan islam pada masa sekarang, serta melibatkan  mad’u sebagai bahan materi dakwah yang akan disampaikan kepada mad’u. sehingga solusi bagi da’i dalam hal ini yaitu hendaknya da’i bisa mengingat kembali tujuan dakwah yang ingin membawa dan mengajak masyarakat menuju pada amal makruf nahi mungkar. Maka materi dakwah sejak dahulu hingga kini bersumber dari ajaran islam. Kemudian, karena objek sosial dan cultural selalu mengalami perkembangan, maka dengan selanjutnya proses dakwah akan mengalami perubahan pula. Karena itu diperlukan kajian yang intens mengenai materi-materi yang mengikuti perkembangan islam yang sesuai dengan objek dakwah. Dalam halini, diperlukan intensitas dan kreatifitas da’i sepanjang perkembangan islam dalam memberikan interpretasi ajaran islam (materi dakwah) yang akan di sampaikan kepada mad’u.[6]
Mengenai kepasifan mad’u yang hanya mendengarkan dapat menimbulkan kejenuhan, bisa menggunakan strategi dakwah dengan metode dakwah mujadalah atau diskusi, jadi masyarak tidak hanya bersifat pasif, sekedar mendengarkan apa yang da’i ucpakan saja, akan tetapi bisa saling berdiskusi dan bertukar pikiran (membaur) antara da’i dengan mad’u. seperti yang sudah menjadi salah satu metode dakwah yang di jelaskan dalam Al Qur’an surat An Nahl Ayat 125 yaitu:

äí÷Š$# 4n<Î) È@Î6y y7În/u ÏpyJõ3Ïtø:$$Î/ ÏpsàÏãöqyJø9$#ur ÏpuZ|¡ptø:$# ( Oßgø9Ï»y_ur ÓÉL©9$$Î/ }Ïd ß`|¡ômr& 4 ¨bÎ) y7­/u uqèd ÞOn=ôãr& `yJÎ/ ¨@|Ê `tã ¾Ï&Î#Î6y ( uqèdur ÞOn=ôãr& tûïÏtGôgßJø9$$Î/ ÇÊËÎÈ  
Artinya : “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah[845] dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
            Maka jika menggunakan metode dakwah bil lisan belum berhasil karena menimbulkan kejenuhan pada mad’u, jadi solusinya menggunakan metode dakwah mujadalah, seperti dalam strategi di atas.
            Mengenai kasus yang terjadi dalam masyarakat tentang kurang ikhlasnya memberikan sebagian hartanya atau sebagai donator dalam acara pengajian anak yatim itu, seorang da’i bisa mengguanakan strategi dakwah dengan menggunakan metode dakwah Mauidhoah al hasanah yaitu dengan nasihat yang baik. Berupa petunjuk kea rah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenaan di hati, enak di dengar, menyentuh perasaan dan  lurus di pikiran. Jadi dengan menggunakan strategi metode dakwah di atas bisa untuk dijadikan solusi dalam berdakwah mengenai kasus ini.

BAB IV
ANALISIS

Melihat fenomena yang terjadi di masyarakat desa poncoharjo kecamatan bonang kabupaten demak ternyata masih banyak proses dakwah yang belum mengena kepada sasaran (objek) dakwah. Seorang da’i sendiri memang hakikatnya di tuntut untuk memiliki keahlian kusus dalam bidang dengan mempraktekkan keahlian tersebut dalam menyampaikan pesan-pesan agama dengan segenap kemampuannya baik dari penguasaan konsep, teori, maupun metode tertentu dalam berdakwah. Di sini, seperti Masri dan Mustagfirin adalah salah satu da’i yang sudah saya paparkan di atas, termasuk juga Mashud sangat berperan penting dalam mengemban dakwah di masyarakat. Tentunya mereka bisa di jadikan referensi berperilaku bagi masyarakat dalam kehidupan sehari-hari dengan menggunakan metode dakwah bil hal (dengan perilaku).  
Selain itu, masyarakat desa ini juga perlu tau bahwa melalui pemenuhan kebutuhan pokok manusia seperti sandang, pangan, papan, pendidikan, kesehatan dan sebagainya dalam konteks kasus yang saya jelaskan di atas seperti dalam acara pengajian dalam rangka santunan anak yatim piatu adalah salah satu jalan yang baik untuk menuju kepada kebajikan oleh umat islam. KH. Ahmad Dahlan (pendiri gerakan Muhammadiyah), berpendapat bahwa orang islam belum di nilai sebagai muslimin penuh bahkan masih di ancam mendapat siksa kelak, meskipun melaksanakan rukun-rukun islam, apabila ia belum bergerak hatinya untuk membantu fakir miskin dan memperhatikan anak yatim piatu.[7]

BAB IV
PENUTUP
A.    Kesimpulan
Secara etimologi kata desa berasal dari bahasa sangsekerta dari kata deshi artinya “tanah kelahiran” atau “tanah tumpah darah”. Secara epistimologi adalah suatu wilayah yang ditempati oleh sejumlah penduduk sebagai kesatuan masyarakat termasuk di dalamnya kesatuan masyarakat hukum yang mempunyai organisasi pemerntahan terendah langsung dibawah camat dan berhak menyelenggarakan rumah tangganya sendiri dalam ikatan Negara Kesatuan Republik Indonesia (C.S. Kansil). Karakteristik desa menurut Raoucek dan Warren adalah Homogen dalam mata pencaharian, nilai-nilai dalam kebudayaan, sikap dan tingakhlaku . Anggota keluarga sebagai unit ekonomi. Kelompok primer memiliki peran penting. Secara geografis terikat dengan tanah kelahirannya. Intimitas dan solidaritasnya tinggi. Kondisi sosial masyarakat desa poncoharjo masih kental dengan nuansa islamnya. Bagi para remaja masih mudah untuk di control orang tuanya. Karena kepercayaan masyarakt terhadap da’i menjadik hal yang pokok  untuk bisa melaksanakan dakwah maka strategi serta solusinya yaitu dengan menggunakan metode dakwah bil hal.
B.     Saran dan Rekomendasi
Dari uraian materi sosiologi dakwah di atas, semoga dapat dijadikan sebagai acuan  dalam berdakwah. Allah telah menciptakan kita, oleh karena itu kita patut beriman kepadaNya dan menyakini ayat-ayatnya.
            Demikian makalah ini yang dapat penulis sampaikan. Semoga apa yang telah penulis tulis dan sampaikan bermanfaat, tentunya tulisan yang penulis buat masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, apabila ada kesalahan dalam penulisan ataupun penyajiannya penulis mohon maaf. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi melanjutkan makalah kami selanjutnya. Terimakasih.




























DAFTAR PUSTAKA

Prof. Dr. Bahrein. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar). (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada). 1996.

Drs. Supartiman Asy’ari. Sosiologi Kota Dan Desa. (Surabaya: Usaha Nasional). 1993.

Dr. H. Awaludin Primay, Lc, M.Ag. Metodologi Dakwa. (Semarang: RaSail (ranah ilmu sosial agama dan interdisipliner)). 2006.






















DOKUMENTASI

Kegiatan mengaji al Qur’an anak-anak warga desa poncoharjo setiap harinya.
Ramadi, salah satu tokoh agama masyarakat desa poncoharjo.


[1] Prof. Dr. Bahrein. Sosiologi Pedesaan (Suatu Pengantar). (Jakarta: PT Raja GrafindoPersada). 1996. Hal72
[2] Drs. Supartiman Asy’ari. Sosiologi Kota Dan Desa. (Surabaya: Usaha Nasional). 1993. Hal94


[3] Ibid.hal72-73
[4]Ibid.hal94

[5] Dr. H. Awaludin Primay, Lc, M.Ag. Metodologi Dakwa. (Semarang: RaSail (ranah ilmu sosial agama dan interdisipliner)). 2006.hal22
[6] Ibid.hal35
[7] Ibid.hal37