Apa salahku
ayah?
Jalanan
penuh genangan air yang masih mengalir deras dari tempat yang tinggi menuju ke
tempat yang rendah. Suara tetesan beberapa air dari langit seperti sedang
berlomba-lomba turun ke bumi terdengar nyaring di atas genting rumah Uru. Angin
berhembus kencang tak hanya menjatuhkan daun-daun yang sudah berwarna coklat,
tapi juga menyapu sampah-sampah organik di jalanan. Melayang-layang tak tentu
arah hingga masuk ke dalam rumah Uru melewati ruang jendela kamarnya yang masih
terbuka.
Jauh di seberang jalan.
Di balik jendela Uru melihat seseorang yang memakai kaos blong pendek berwarna
hitam dan celana jins yang mungkin sengaja di robek bagian lututnya membiarkan
dirinya terguyur oleh derasnya air hujan. Uru juga menatap teliti pada orang
itu, ia melihat gambar manusia yang memegang tongkat besar yang ujungnya lancip
bercabang tiga berada di lengan kirinya. Tak ada orang lain di jalan. Hanya ada
orang itu bersama sepeda ontelnya yang tidak dinaiki. Entah karena ban sepeda
ontelnya bocor atau memang sengaja tak di naiki Uru pun tak tau.
“Ah, aku tak peduli dengan itu”.
gumam Uru dalam hati. Ia segera menutup jendela kaca dan korden serta mematikan
lampu kamarnya untuk tidur.
***
Di tengah banyak orang yang
serabutan tawar menawar. Memikul barang. Serta suara angkutan bis dan para
tukang becak yang hendak menjadi tumpangan barang-barang maupun orang yang
telah membeli barang itu sendiri Uru menjadi kebingungan dalam mencari-cari
bahan yang akan di masak dan perlengkapan barang di rumah.
Dari lantai lantai dasar, Uru
melihat ke atas. Di lantai lima ada pemuda yang hendak mencoba melakukan bunuh
diri dengan terjun ke bawah dari lantai gedung pasar lantai lima. Terlihat ia
sudah siap meninggalkan urusan dunia dan ingin mendatangi dunia selanjutnya.
Uru memeberi tau kepada orang-orang di sekitarnya yang bertujuan akan ada yang
mencegahnya dan menolongnya dari tindakan bodoh pemuda itu.
Namun
seorang lelaki berbadan kurus dan terlihat cungkring
telah terlebih dahulu berada di belakangnya menarik kaos lengan kanannya
hingga terlihat gambar manusia bersayap. Dan tak jadi ia terjatuh dari lantai
lima ke bawah. Hanya terbanting saja badannya di lantai dekat orang cungkring yang telah menariknya untuk
mencegah melakukan tindakan bodoh. Orang-orang yang melihatnya pun merasa lega
karena pemuda yang di lihat hendak bunuh diri bisa terselamatkan.
***
Perlahan
anak tangga satu per satu dilewati Uru. Sampai di lantai lima ia mmelihat
pemuda yang hendak bunuh diri tadi sedang marah kepada orang yang telah
menolongnya. Ia memukul orang cukring itu.
tak terima karena telah menggagalkan rencananya untuk mendatangi dunia
selanjutnya.
“Lain kali urus saja urusanmu. Tak
usah kau campuri urusan orang lain”. Katanya sambil menendang kaleng yang
berserakan di sekitar lokasi.
“Nak, kau itu masih muda. Masih
banyak hal yang bisa kau lakukan. Terutama dalam kebaikan. Jika memang kau
ingin datang pada kehidupan dunia setelah ini dengan harapan kau bisa lebih
senang. Laluilah waktu dengan sebaik mungkin. Dan tunggulah kesenangan itu
datang menghapirimu sendiri setelah kau lalui waktumu dengan sebaik mungkin di
dunia ini terdahulu”. Jawab orang cukring
itu.
“Siapa kau, beraninya menasehatiku
seperti itu. Malaikat atau setan kau ini?”. Sahutnya sambil memperlihatkan
gambar malaikat di lengan kanannya dan setan di lengan kirinya.
“Istigfar nak. Aku memang bukan
malaikat ataupun setan yang kau maksud itu. aku hanya manusia yang mencoba
mengingatkan saja kepadamu. Namun kau bisa menilai sendiri ucapanku tadi”.
Jawabnya kembali orang cungkring dan
pergi meninggalkan lokasi.
Orang yang hendak bunuh diri tadi
terdiam dan merenung sesaat, kemudian berjalan melalui anak tangga menuju ke
bawah. Uru segera bersembunyi takut terlihat oleh pemuda itu kalau-kalau akan
dimarahi karena telah menguping pembicaraannya dengan orang cungkring yang menolongnya.
***
Dengan cepat pemuda itu melangkahkan
kakinya. Menelusuri jalanan yang ramai dan orang-orang yang sibuk dengan
aktivas mereka masing-masing. Beberapa toko di pinggriran jalan juga ia lewati
tanpa menengok kanan kiri. Seperti sudah hafal dengan jalanan di sekitar situ.
Begitu juga dengan banyaknya pedagang kaki lima di sepanjang jalan. Tak
sedikitpun yang dihiraukan oleh pemuda itu. ia terus berjalan hingga menuju
sebuah rumah yang keberadannya kira-kira berada dengan jarak 3 kilo meter dari
pasar. Karena penasaran, Uru tak jadi berbelanja membeli bahan masakan dan
perlengkapan barang untuk di rumah. Malah mengikuti pemuda itu sampai di
halaman depan rumahnya.
Tak begitu jelek rumah pemuda itu.
Luas halamanan rumahnya dan memiliki dua lantai. Terlihat seperti orang kaya.
“Apa yang jadi masalah dari kehdupan pemuda tadi, sepertinya ia orang kaya.
Kenapa ia pengen bunuh diri?”. Kata uru sendiri sampil mengintip dari pagar
samping pembatas rumah pemuda itu.
“Dari mana saja kau anak bodoh.
Cepat kasih makan burungku di depan. Awas kalau tidak”. Suara lelaki tua yang
terdengar di telinga uru. Uru segera mendekat ke pagar dan mencari celah atau
tempat yang lebih bisa untuk melihat kejadian yang terjadi di rumah pemuda itu.
Dengan mendorong-dorong pagar dan mengamati pagar di bagian manakah yang
menjadi pintu, akhirnya ditemukan juga oleh uru, ia segera memasuki halaman
rumah dan mengintip hingga bagian rambut sampai matanya saja dapat melihat
kejadian di dalam rumah pemuda itu di jendela kaca bagian kiri rumahnya.
“Masakan apa ini?”. Kata lelaki tua
pada ibu tua dengan keras sambil menyemburkan nasi dan lauknya yang telah
sampai dalam mulutnya setelah dikunyah dan di semprotkan kepada ibu tua.
Pemuda
itu datang menghampiri lelaki tua, ia memeluk ibu tua dan membersihkan
semprotan nasi dan lauk melalui mulut lelaki tua dan berkata: “Ayah kejam, tak
seperti malaikat, manusia pun tidak. Pantasnya ayah seperti setan”.
“Kurang
ajar. Sudah mulai berani kau anak bodoh denganku. Akan ku sembelih kau jika
sekali lagi yang berani melawanku”. Kata lelaki tua lagi.
Kemudian
lelaki tua itu meludah di samping ibu tua dan mendorongnya hingga terjatuh di
atas lantai sambil memberikan saran agar anaknya disuruh bersikap patuh
terhadapnya. Ibu tua tak mengeluarkan sedikitpun perkataan. Ia hanya sedikit
mengeluarkan air mata yang belum melewati mukanya sudah di usap dulu.
Ketika
lelaki tua itu sudah keluar dari rumah, ibunya baru berani mulai berdoa untuk
lelaki tua itu. Namun pemuda itu sepertinya tak rela kalau ibu tua mendoakan
lelaki tua untuk kebaikannya. Pemuda itu meninggalkan ibu tua sendiri di ruang
tempat makan lelaki tua tadi.
***
Uru berfikir kalau apa yang ia lihat antara
pemuda yang hendak bunuh diri, ibu tua yang yang diperlakukan dengan kasar dan
lelaki tua yang kejam adalah sebuah keluarga. Ya keluarga. Keluarga pemuda yang
ia liahat hendak bunuh diri dan ikuti sejak dari pasar hingga sampai di
rumahnya.
Suatu
malam, tepat di malam jumat setelah uru bermain bersama teman-temanya di masjid
dekat jalan raya yang lumayan jauh dari rumahnya ia melihat seorang wanita yang
masih muda memakai rok mini berwarna merah dengan bajunya you can see lengkap dengan sepatu higernya turun dari mobil avansa putih yang sebelumnya di bukakan
pintu oleh seorang lelaki tua. Uru berhenti sejenak dan melihatnya. Ia tak
asing lagi dengan lelaki yang membukakan pintu mobil untuk wanitanya.
Wanita
muda itu mengambil tangan lelaki itu untuk di gandengnya dan mengajaknya masuk
ke dalam indomaret tepat di depan mobilnya berhenti. Sesaat mereka keluar dari
indomaret dan kembali masuk ke mobil dan pergi. Uru yang saat itu membawa motor
metic segera membututi di belakang
mobil avansa itu. Uru sudah ingat kalau lelaki yang bersama wanita muda itu
sepertinya adalah ayah pemuda yang hendak bunuh diri tempo hari.
***
Setelah sekitar lima belas menit uru
mengikuti di belakang mobil avansa, akhirnya mobil itu un berhenti di sebuah
rumah yang jauh lebih mewah di bandingkan dengan rumah yang di tempati lelaki tua
itu saat bersama pemuda yang hendak bunuh diri dan ibu tua yang dikejami.
Wanita muda dan lelaki itu memasuki
rumahnya. Dan lagi uru memata-matai gerak-gerik mereka. Kali ini tak hanya
mengintip di luar rumah bahkan berani menyusup masuk ke dalam rumah mewah yang
di masuki wanita muda dan lelaki itu. Tak ada suara yang keras yang di ucapkan
oleh lelaki itu kepada wanita mudanya. Ia bersikap ramah. Dan bahkan memanjakan
wanita muda itu. Mereka makan dengan ala kadarnya yang ada di rumah. Tanpa ada
komentar masakan tak enak dari lelaki itu.
Lelaki itu kemudian mengajak wanita
mudanya untuk segera memasuki kamar tempat tidur mereka. Seperti terlihat
sedang tak dapat menahan nafsu birahinya lagi. Dan wanita muda itupun menuruti
apa yang lelaki itu inginkan. Dan mereka memasuki kamarnya. Hanya suara canda
gurau dalam kamar saja yang bisa uru dengarkan dari sebelah kamar yang mereka
masuki. Tak berani uru mengintip dengan lebih jelasnya. Ia hanya mendengarkan
saja di kamar sebalahnya dengan tujuan menunggu mereka membicarakan seseuatu
yang lebih pening daripada gurauannya dengan wanita mudanya.
“Aku ingin setiap hari kau ada
disini Santoso”. kata wanita muda yang di dengar oleh uru.
“Iya Ratna. Akupun juga demikian.
Tapi kau tau sendiri kan aku masih memiliki keluarga di rumah”. Jawab lelaki
itu
“Tapi aku ini juga istrimu Santoso”.
Kata wanita muda itu lagi
“Aku tau itu. Tapi harus bisa
bersabar dulu. Aku begini juga karena kamu. Biarkan aku bekerja lebih keras
dulu. Nanti setelah ku punya banyak uang. Kita bisa hidup sendiri lebih dari
ini. Kau mengerti kan maksudku ratna”. Ucap lelaki itu dengan meyakinkan.
***
Di rasa cukup mendengar pembicaraan
mereka. Uru pun perlahan mengendap-endap keluar dari rumah mereka. Ia sedikit
paham dengan masalah yang di hadapi oleh pemuda yang hendak bunuh diri tempo
hari.
Dua hari setelah kejadian itu.
Ketika uru sedang malam mingguan bersama teman-teman kompleknya di taman kota
dekat tempat para hidung belang membeli jajanan. Lagi uru melihat lelaki itu,
ayah pemuda yang hendak bunuh diri, santoso ternyata namanya yang menjadi hasil
diketahui namanya dari pengupingan du hari lalu di rumah mewah wanita muda
ratna itu.
Santosa rupanya sedang tawar menawar
jajanannya dengan si empunya yang punya tempat jajanan di situ. Terlihat
seperti mudah saja mendapatkan jajanannya, juga terlihat sudah akrab sekali
dengan si empunya yang punya tempat jajanan. Setelah berhasil menawar. Dengan
gesit ia memasukkan jajanannya ke dalam mobil. Tak pergi kemana-mana mobil itu.
Tak juga dinyalakan lampunya. hanya terlihat tak tenang dan bergoyang ke kanan
dan ke kiri badan mobilnya sedangkan ia tak dijalankan.
Rasa penasaran uru tak juga
terpuaskan dengan sekedar melihat yang terjadi tanpa mengetahui seseuatu di
balik kejadian itu. ia mencoba mendatangi si empunya yang punya jajannan dan
bertanya: “Apa Santoso sering kesini?”
“Kau
siapa? Ada urusan apa kau tanya seperti ini?” jawab si empunya yang punya
jajanan. Uru sedikit ketakutan saat ditanya balik si empunya yang punya jajanan
dengan tegas. Namun rasa penasaran uru melenyapkan ketakutannya. Ia
berpura-pura menjadi salah satu bagian dari jajananya dan menginginkan santoso.
“Santoso
sudah menjadi pelanggang disini setiap malam minggunya. Kau duduklah disana
dulu nanti akan ku berikan dia untukmu setelah ia selesai dengan resa (salah
satu jajanannya)”. Ucap si empunya yang punya jajanannya. Namun setelah uru tau
bahwa santoso adalah pelanggang di tempat itu, ia langsung pergi meninggalkan
lokasi.
***
Keesokan harinya. di saat uru sedang
belanja di pasar. Tak sengaja ia menabrak pemuda yang hendak bunuh diri
beberapa tempo hari dengan motor meticnya.
Tidak begitu parah lukanya, hanya lecet di beberapa bagian kakinya. Dengan
memohon uru meminta maaf atas kurang hati-hatinya dalam mengendarai sepeda
motornya sampai mengakibatkan menabrak pemuda itu yang saat itu sedang jalan
kaki di sebelah kanan jalan dengan benar berdasarkan lalu lintas.
“Perkenalkan namaku Tara. Apa kita
pernah bertemu sebelumnya?”. Ucapan tara pertama kali yang di keluarkan saat
bertemu uru langsung tanpa ada persembunyian dan penyelinapan. Uru tak
menyangka kalau tara mau mengajak berkenalan dengan uru. Dengan senang hati,
uru memberikan tangan kanannya untuk bersalaman dengan tara sebagai pertanda
bahwa ia mau berkenalan dengan tara.
“Terima kasih kau telah memaafkanku
atas perlakuanku yang menabrakmu tadi”. Kata uru.
“Sebagai tanpa perkenalan kita yang
baru ini, aku mengajakmu mampir ke rumahku untuk makan siang. Ibuku pasti akan
senang kalau aku mendapat teman baru. Kau mau kan?” katanya tara lagi.
“Dengan senang hati. Kebetulan juga
aku belum makan siang. Hehe.” Jawab uru kembali.
***
Masih sama seperti ketika uru sedang
mengintip di pagar sebelah rumah tara dulu. hanya saja ketika itu uru melihat
sedangkan kali ini bisa merasakan kebedaannya di dalam rumah itu sendiri. Sebelum
makan siang bersama tara memperkenalkan uru kepada ibunya.
“Bu,
ini uru teman baruku. Kita bertemu tadi di pinggir jalan.” Kata tara pada
ibunya.
Ibu tara tersenyum lebar pertanda
menerima uru sebagai teman baru tara. Kemudian ibu tara mempersilahkan uru dan
tara untuk makan bersama. Dalam meja makan mereka saling bercerita tentang
beberapa pengalaman hidupnya sambil bercanda gurau. Ibu tara merasa sangat
senang dengan keberadaan uru yang datang saat itu. Ia merasa seperti merasa
menemukan kebahagian yang baru setelah suaminya santoso berlaku kejam
dengannya.
Di tengah canda gurau antara uru,
tara dan ibu tara. Tiba-tiba ada suara ketukan pintu depan hingga beberapa
kali. Tara tak ingin ibunya yang membukakan pintu, sehingga ia berdiri lebih
dulu dan berjalan menuju pintu depan dan membukakannya.
Bau badannya sangat tak sedap, bau
minuman keras. Rambutnya seperti tak disisir berbulan-bulan, kemeja hitamnya
tak di pakai di badannya, hanya di cangking
di tangannya. Sedangkan ia hanya memakai kaos oblong berwarna putih.
“Hei anak bodoh, mana makanan
untukku. Aku sudah lapar dan ingin makan sekarang.” Katanya sambil berjalan
dengan terombang-ambing ke kanan dan ke kiri. Tara sudah mulai berani dengan
sikap ayahnya. Ia tak hiraukan apa yang dikatakan ayahnya dan kembali duduk di
kursi makan bersama uru dan ibunya. Karena santoso tak terima dengan perlakuan
tara. Ia mendekat ke tempat tara duduk dan membuang beberapa makanan yang ada
di meja.
“Siapa kau? Pergi dari rumahku
sekarang juga.” Kata santosa sembari mengangkat tangannya dan menunjuk pada
uru. Uru merasa memang sudah saatnya ia harus pergi dari rrumah tara. Ia tak
mau tara dan ibunya semakin di kejami ayahnya karena keberadaanya di rumah
mereka.
***
Tara muak dengan perlakuan ayahnya
yang kejam sejak ia lahir. Dalam keadaan yang mungkin kurang tepat saat itu,
tara memberanikan diri untuk bertanya kepada ayahnya.
“Sebenarnya
apa yang menjadi masalah ayah dengan aku dan ibu?” kata tara.
“Anak
bodoh, jadi kau benar ingin tau apa masalahnya kenapa aku bersikap kejam kepada
kalian?” jawab santoso. “Karena kau telah dilahirkan di dunia ini oleh ibumu.”
Tambahnya.
Ibu tara shock dengan pernyataan yang dikeluarkan oleh suaminya. Ia hanya
bisa menangis saat mendengarnya. Tak menyangka sikap kejamnya selama ini hanya
karena putra semata wayangnya tara. Semakin penasaran mengenai hal lain yang di
sembunyikan suaminya. Ibu tara pun langsung menimpali pembicaraan di antara
mereka: “Apa salahnya aku melahirkan putraku tara?”
“Jadi kau benar-benar sudah siap
untuk mengerti semua ini?” jawab santoso.
“Aku tak suka anakmu lahir di dunia
ini, karena ia pasti akan merebut harta warisan yang kau punya yang seharusnya
nanti hanya bisa kau bagi untukku. Tapi apa? kau lahirkan anakmu dan membagi
harta warisan kepadanya. Dan aku tak suka dengan itu.” jelas santoso lagi.
Sesaat suasana kehing. Ibu tara tak
menyangka kalau ternyata santoso dulu ketika menikahinya hanya karena modus
untuk merauk hartanya saja. Ia tak menyadarinya sama sekali. Bertahun-tahun
mereka berumah tangga baru kali ini terungkap modus busuknya santoso. Santoso
masuk ke kamarnya dan mengambil beberapa perhiasan istrinya. Tak mengucapkan
kata lagi. Berjalan keluar dan meninggalkan rumah.
***
Santoso pulang ke rumah ratna wanita
mudanya dengan membawa beberapa perhiasan hasil ambilan dari istrinya. Ratna
menyambutnya dengan gembira. Karena selain ia di bawakan beberapa perhiasan ia
sendiri membawa kabar untuk santoso. Ia bercerita kepada santoso kalau ia
sedang hamil. Ia juga menginginkan saat kehamilannya nanti santoso selalu
bersama di rumahnya dan tak mengijinkannya untuk pulang dulu ke rumah istrinya.
Langit mulai murung, matahari keluar
tak bersemangat, begitu pula awan yang sepertinya tak terlihat segar mulai
mengikuti tara yang sedang berjalan kaki keluar rumah menuju apotek membelikan
obat untuk ibunya.
Di apotek tara bertemu dengan uru
yang saat itu sedang melintasi jalan depan apotek. Tara memanggilnya dengan
keras agar uru mendengar panggilannya di tengah bisingnya suara kendaraan di
jalanan.
“Tara. Ada yang bisa bantu?” kata
uru saat sudah berhenti menghampiri tara.
“Apa kau bisa menemaniku mencari
ayahku?” jawab tara
Tara juga menjelaskan kenapa ia
ingin mencari ayahnya tak tak kunjung pulang beberapa bulan terakhir. Ia
sebenarnya sudah tak peduli dengan keberadaan ayah yang kejam kepadanya juga
ibunya. Namun ia tak tega melihat ibunya yang sakit-sakitan karena penyakit
anemianya di tambah memikirkan keberadaan suaminya yang pergi tak kunjung
pulang juga mengambil beberapa perhiasan yang di milikinya.
Setelah tara menjelaskan beberapa
alasannya untuk mencari ayahnya. Uru pun mau menemaninya. Sebelum mereka
berangkat pergi mulai dalam pencarian santoso. Terlebih tara memberikan obat
kepada ibunya di rumah. Sampai di rumah, uru melihat ibu tara sudah menjadi
kurusan. Tak seperti ketika ia lihat saat makan siang bersama.
Tak berpamitan pergi untuk mencari
ayahnya, karena tara takut akan menambah beban pikiran ibunya. Ia hanya
mengatakan pergi mengantar uru pulangnya. Kemudian ibunnya mengijinkannya dan
mendoakan mereka semoga selamat dalam perjalanan hingga nanti sampai rumah. Tak
lupa uru juga mendoakan ibu tara agar cepat sembuh dan bisa bersabar dalam
menerima cobaan yang di berikan oleh Allah. Karena memang sesungguhnya cobaan
yang di berikan Allah kepada kita hanya untuk menguji keimanan kita.
***
“Ru, sebenarnya aku tak tau harus
mencari ayah kemana. Aku juga tak tau dimana ia tinggal sekarang.” Kata tara
saat sudah keluar dari rumah.
“Mungkin aku sedikit tau dimana
keberadaan ayahmu sekarang. Kita coba cari saja di tempat-tempat ramai yang
biasa di datangi para hidung belang disana.” Komentar uru.
Uru memang sangat yakin dengan
kebaraan ayahnya di tempat itu, atau kalau tidak disitu pasti di rumah ratna
selingkuhannya. mungkin kedua tempat itu yang bisa di jadikan potokan pencarian
mereka.
Untuk mencari ayahnya di tempat para
hidung belang, uru dan tara harus menunggu waktu malam tiba. Sekitar jam 23.00
wib tempat para hidung belang sudah mulai ramai. Tanpa basa-basi uru langsung
menuju pada si empunya yang punya jajanan dan menanyakan keberadaan santoso
sekarang. Si empunya yang punya jajan pun menjawab: “Sudah beberapa bulan ini
pelangganku santoso tak kesini. Jadi aku tak tau dimana sekarang ia berada.
Kami tak pernah menanyakan alamat mereka tinggal. Karena yang kami butuhkan
disini hanya orang datang membeli jajanan kami dan membayarnya. Tak lebih dari
itu.”
Mendengar penjelasan si empunya yang
punya jajanan dengan jelas, uru mengucapkan terima kasih atas infonya dan
memberikan uang sebgaimana layaknya tarif orang jajan karena telah memotong
waktu dari si empunya yang punya jajanan.
Karena dalam mencari santoso di
tempat para hidung belang tak ditemukan, uru dan tara mencoba mendatangi ke
rumah ratna selingkuhan santoso. Saat itu tara memang sangat terheran-heran
dengan uru. Bagaimana bisa uru mengetahui tempat-tempat keberadaan ayahnya
biasanya sedangkan ia sendiri sebagai anaknya tak pernah mengetahui hal itu. Namun
semua keganjalan yang dirasakan oleh tara tak menjadikan sebuah masalah lagi.
Ia tak begitu mempedulikan hal itu. mungkin di lain kali saja ia akan menanyakannya
mengenai ketahuannya tentang banyak hal. Karena yang terpenting untuk saat ini
baginya hanyalah mencari ayahnya untuk ibunya.
Malam itu keadaan tak mendukung
mereka dalam melanjutkan pencarian santoso ke rumah ratna. Langit menurunkan
airnya. Angin kencang juga membuat uru dan tara tak kuat menahan dinginnya
serbuan air hujan dan angin yang melengkapinya. Selain itu juga sudah terlaru
larut untuk melanjutkannya. Sehingga mereka putuskan melanjutkan percariannya
besok pagi-pagi sekali.
***
Jam 07.00 wib saat banyak anak
sekolah sedang mengayuh sepadanya untuk berangkat sekolah, para
pedangan-pedagang kaki lima yang sudah siap berjualan di luar gerbang sekolahan
serta para pekerja kantoran yang sudah siap mengantarkan anaknya terlebih dahulu
berangkat ke sekolah sebelum mereka sendiri berangkat ke kantor tempat mereka
bekerja. Saat itu pula uru dan tara berangkat mencari santoso dengan
menggunakan motor meticnya uru menuju
rumah ratna.
“Ayah pulanglah ke rumah sebentar
untuk menjenguk ibu, ibu sedang sakit-sakitan memikirkan ayah.” Kata tara
ketika melihat santoso memang berada di rumahnya ratna selingkuhannya.
Namun tiba-tiba sebuah mobil polisi berhenti di depan
rumahnya beserta beberapa rombongan polisi berdiri di depan pintu rumah. Santoso
tak mempedulikan apa yang dikatakan oleh tara. Ia malah menghapiri polisi yang
ada di depan pintu dan berkata: “Ada apa pak? Ada yang bisa kami bantu?”
“Bisa bertemu dengan bapak santoso?”
kata polisi
“Iya, saya sendiri. Ada yang bisa
saya bantu pak?” kata santoso
“Kami kesini membawa surat
menangkapan dan di tugaskan untuk membawa bapak ke kantor polisi untuk
pemeriksaan lebih lanjut mengenai kasus korupsi yang di lakukan pak santoso di
perusahaan Anasha tempat bapak bekerja.”
Tak terima dengan kedatangan polisi
untuk menangkapnya. Santoso mencoba melarikan diri. Ia berlari melewati para
polisi yang ada di belakang polisi yang berbicara sebelumnya dengan kencang.
Pistol dan perlengkapan polisi sudah
siap di pakai untuk menembak santoso kalau-kalau ia akan melakukan tindakan
yang merugikan polisi. Tara dan uru hanya bisa menyaksikan kejadian itu saja.
Sedang ratna mencoba bersembunyi dari untuk menghindar dari polisi.
Sebagian polisi mengejar dengan jaln
kaki dan sebagian lagi menggunakan mobil polisi. Di tengah-tengah jalanan yang
ramai dengan banyak kendaraan, santoso terus berlari dan mencoba melarikan dir
sejauh mungkin. Sebuah truk besar berwarna hijau dari kejauhan melaju dengan
cepat. Sedangkan santoso terus berlari sambil sedikit-sedikit menengok ke
belakang karena takut langkahnya dekat dengan polisi yang mengejarnya.
“Brak.......” suara saat truk besar berwarna
hijau itu menabrak sansoso dengan sadis. Tansoso tewas saat itu juga. Para
polisi segera menghampiri dan mengurusinya. Tara dan uru juga menyusul datang
ke tempat kejadian.
***
Tak sedikitpun kesedihan yang
menyelimuti tara dalam kematian ayahnya yang meninggal dengan sadis itu. Namun
ia hanya berharap agar ibunya di beri kesembuhan secara total dan bisa
memunculkan kembali kebahagian.
The End
Oleh: Nurul Kholisoh