Jumat, 28 Desember 2012

REVIEW JURNAL KEKERASAN DALAM MEDIA MASSA ; PERSPEKTIF KULTIVASI Nawiroh Vera , S.Sos Fakultas Ilmu Komunikasi Universitas Budi Luhur

I. PENDAHULUAN Televisi merupakan sebuah sistem telling story yang tersentralisasi. Karena mengatasi halangan historis keberaksaraan dan mobilitas, televisi menjadi sumber umum primer sosialisasi dan informasi sehari-hari dari populasi yang heterogen. Namun, berbeda dengan media lain, televisi menyediakan sebuah set pilihan terbatas untuk bermacam interes dan publik yang tidak terbatas. Televisi merupakan salah satu media komunikasi massa mempunyai fungsi yaitu; memberi informasi, mendidik, menghibur, dan mempengaruhi (Onong, 1992). Tetapi menurut pengamatan kami televisi lebih mengutamakan fungsi menghibur daripada fungsi yang lainnya. Pengaruh televisi terhadap khalayak sudah banyak yang mengetahui melalui berbagai penelitian yang dilakukan para ahli. Penelitian tentang pengaruh televisi pada khalayak salah satunya dilakukan oleh Gabner. Awalnya Garbner melakukan penelitian tentang “indikator budaya” pada pertengahan tahun 60-an, untuk mempelajari pengaruh menonton televisi. Dengan kata lain ia ingin mengetahui dunia nyata seperti apa yang dibayangkan, dipersepsikan oleh penonton TV itu? Dapat dikatakan penelitian kultivasi yang dilakukannya lebih menekankan pada dampak/effek. Analisis kultivasi adalah satu bagian dari program penelitian yang berkesinambungan, terus menerus yang dilakukan dalam jangka panjang. Menurut prespektif kultivasi, televisi menjadi media utama dimana para penontonnya belajar tentang masyarakat dan kultur dilingkungannya. Dengan kata lain, persepsi apa yang terbangun di benak kita tentang masyarakat dan budaya sangat ditentukan oleh televisi. Artinya, melalui kontak kita dengan televisi kita belajar tentang dunia, orang-orangnya, nilai-nilainya, dan adat istiadatnya. Prespektif kultivasi pada awal perkembangannya lebih memfokuskan kajian pada studi televisi dan khalayak. Fokus utamanya pada tema-tema kekerasan di televisi. KONSEP KEKERASAN DALAM MEDIA MASSA Tiga konsep penting (yang dimodifikasi dalam pelbagai varian) digunakan dalam penelitian-penelitian media efek, yaitu: 1. Media Violence, atau kekerasan di media. Yang dimaksud adalah isi media yang mengandung unsur kekerasan. Bisa berupa unsur kekerasan yang terdapat dalam film, televisi, berita. dll. Pada level individu, yang diteliti adalah terpaan isi media yang mengandung kekerasan pada individu. 2. Violence didefinisikan Gerbner (1972) sebagai ‘the over expression of physical force against others or self, or the commpelling action against one’s will on pain of being hurt or killed." 3. Aggressive Behavior, didefinisikan Berelson (1973) sebagai "inflicting bodily harm to other and damage to property." BEBERAPA PENELITIAN EFEK MEDIA VIOLENCE Kebangkitan Televisi pada tahun 1950 berdampak pada studi efek media yang kini memusatkan risetnya pada terpaan televisi (90 % rumah tangga di AS menonton televisi). 1. Schramm, Lyle dan Parker (1961) mendiskusikan sejumlah contoh. kekerasan imitatif dan sumber berita yang disiarkan pada 1950. Mereka berargumen bahwa hubungan yang kentara antara terpaan adegan kekerasan di TV dengan imitasi kejahatan dan kekerasan bukanlah faktor kebetulan belaka. 2. Lieber, Sprafkin, dan Davidson (1981) melacak peran Pokja Senat yang dipimpin oleh Senator Estes Kefauver untuk Juvenile Delinquency (mempertanyakan perlu tidaknya adegan kekerasan di televisi). Kendati gagal menetapkan konsensus seputar efekefek kekerasan di televisi, riset ini menyiratkan prioritas untuk mengadakan studi tentang efek terpaan media terhadap perilaku agresif. 3. c. George Gerbner (1972) melakukan studi analisis isi dan menemukan bahwa acara TV yang diputar pada jam-jam utama (prime time) berisi 8 contoh kekerasan setiap jamnya. Diantara penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek terpaan media televisi pada khalayak, adalah efek media violence. Salah satunya yang dilakukan oleh Huesmann & Eron (1986). Mereka meneliti anak-anak yang diterpa siaran televisi sejak usia 8 tahun sampai 30 tahun. Metode yang digunakan yaitu panel suvei, dan ternyata diperoleh hasil bahwa mereka yang menonton acara kekerasan di TV pada level tertinggi saat anak-anak lebih cenderung terlibat kejahatan serius ketika dewasa. METODE - METODE ANALISIS KULTIVASI Analisis kultivasi dimulai dengan analisis sistem pesan untuk mengidentifikasi pola-pola permanen, kontinyu, dan overarching dari konten televisi. Klasifikasi light viewer, medium viewer, dan heavy viewer diukur dengan jumlah waktu responden menonton televisi rata-rata setiap hari. Yang penting adalah adanya perbedaan tingkatan menonton, bukan pada jumlah akurat menonton. 1. PENELITIAN TENTANG EFEK MEDIA (PERSPEKTIFKULTIVASI ) Garbner melakukan penelitian dampak televisi dengan menggunakan metode survey analisis, dimana populasi dan sample adalah penonton pria dan wanita yang dibedakan berdasar usia yaitu; dewasa, remaja, dan anak-anak. Juga diperoleh data bahwa rata-rata orang menonton TV di Amerika Serikat adalah 7 jam sehari. Maka muncul istilah heavy viewers (pecandu berat televisi)dan light viewers atau viewers(penonton biasa) Gerbner berpendapat bahwa media massa menanamkan sikap dan nilai tertentu. Media mempengaruhi penonton dan masing-masing penonton meyakininya. Dengan kata lain pecandu berat televisi mempunyai kecenderungan sikap yang sama satu dengan lainnya. Efek kultivasi memberikan kesan bahwa televisi mempunyai dampak yang sangat kuat pada diri individu. Mereka beranggapan bahwa lingkungan sekitarnya sama seperti yang tergambar di televisi. 2. KARAKTERISTIK KHALAYAK MEDIA MASSA Stuart Hall, kulturalis media, menyusun kategori khalayak media dalam tiga klasifikasi: dominant reader, oppositional reader, dan negotiated reader. Dominant reader adalah kategori khalayak yang mengikuti arus dominan pemberitaan media --apa pun kata media dikunyah habis-habisan, tanpa kecuali. Oppositional reader, sebaliknya, kategori khalayak yang selalu bertentangan sikap dengan arus dominan media. Media jadi sejenis public enemy yang banyak menghasut masyarakat untuk mengganti nilai-nilai luhur dengan nilainilai "modern" dan "kosmopolitan". Kategori negotiated reader merujuk khalayak media yang moderat. Bila yang ditampilkan media sesuai dengan keyakinannya, mereka akan memanfaatkan media. Namun, ketika bertentangan, media akan ditinggalkan. II. ISI JURNAL Dari beberapa teori dan penelitian tersebut, bisa dibayangkan dampak yang akan terjadi di masyarakat Indonesia jika acara yang ditonton sebagian besar tentang kekerasan, pornografi,dll. Walaupun banyak ahli mengatakan bahwa khalayak selektif terhadap pesan dari media massa (televisi), juga faktor pendidikan, budaya, dan lingkungan tempat tinggal lebih berpengaruh daripada tayangan televisi, tetapi jika kita kaitakan dengan situasi di Indonesia yang sebagian besar penduduknya hidup di daerah terpencil, pendidikan masih rendah, kontrol sosial yang kecil, maka sepertinya dampak negatif yang akan lebih berpengaruh daripada dampak positifnya. Belum lagi menjamurnya tayangan TV berbau porno dan situssitus porno di internet. Semua itu berdampak langsung bagi remaja kita saat ini. Lihat saja anak-anak muda pengguna narkoba meningkat, perkosaan hampir tiap hari meminta korban, remaja-remaja SMP dan SMA yang kebobolan dan kasus-kasus penyimpangan yang lainnya. Semua itu rupanya belum membuat masyarakat sadar bahwa kebebasan pers yang dibuka pemerintah membawa dampak yang sangat luas, yaitu runtuhnya nilai-nilai moral dan agama dikalangan masyarakat Indonesia yang terlena oleh kebebasan, termasuk kebebasan berperilaku yang mengabaikan rasa malu. Pers bebas rupanya telah disalahartikan, bahkan oleh insan pers itu sendiri. Pers bebas berarti boleh menampilkan foto-foto wanita atau pria berbusana minim, nyaris bugil, memuat cerita-cerita yang membangkitkan nafsu birahi dan gambar atau film yang mempertontonkan hubungan sex secara vulgar. Bila kita lihat perkembangan media yang secara besar-besaran menampilkan hal- hal yang berbau kekerasan dan pornografi akhirakhir ini tentu akan lebih jelas bila kita tinjau dari beberapa aspek yang melatarbelakangi masalah tersebut, yaitu: 1. Aspek Ekonomi. Perkembangan teknologi komunikasi dan informasi yang sangat pesat, menjadikan industri media semakin menuju ke arah money oriented, karena biaya produksi yang makin tinggi. Seperti dikatakan Murdock dan Golding (1991) dalam “for Political Economy of Mass Communications” bahwa “ tumbuhnya media ke skala industri-pengenalan teknologi baru dan produksi massa, menjadikan tingginya tingkat kebutuhan dukungan financial yang lebih besar”. Karena jika perusahaan media tersebut ingin tetap exis maka keuntungan materi harus tetap diperjuangkan. Dallas Smithe dalam tulisannya mengatakan bahwa “media sebagai produser tidak hanya ditempatkan pada komoditas hiburan, tetapi audien itupun juga dapat ditempatkan pada posisi yang sama”. Audien sebagai komoditas dijual ke pengiklan. Audien menghasilkan nilai surplus bagi pengiklan dengan menggunakan waktu yang audien miliki untuk mengkonsumsi iklan dan dalam konsumsi itu dipakai untuk menawarkan dan menjual komoditas lainnya (Boyd-Barrett, 1995). Terpakunya para pengiklan pada rating acara, menjadikan perusahaan media menampilkan acara yang disukai khalayak (yang berating tinggi), walaupun kriteria rating itu sendiri masih perlu dipertanyakan. Karena berdasarkan rating acara mistik, porno, dan kekerasan menempati posisi yang tinggi maka merekapun berlomba menyuguhkan acara-acara tersebut. Kita semua tahu bahwa sesuatu yang tergolong pornografi, mistik, dan kekerasan mempunyai nilai jual tinggi. Semua kalangan baik pengusaha, mahasiswa, sopir bis, abang becak, ibu rumah tangga mengkonsumsi media tersebut. Lihat saja mulai dari Telenovela Latin, Sinetron yang menjual mimpi, berita kriminal yang dikemas mirip film biru (adegan rekonstruksi yang sangat vulgar), Acara mistik yang menjurus ke perbuatan syirik, sinetron mistis yang berkedok keagamaan, musik lokal dan luar negeri yang video klipnya vulgar dan tak senonoh, dan masih banyak acara sejenis yang terlalu banyak untuk disebutkan, semua laku keras dipasaran. Pokoknya bisnis tersebut terutama pornografi merupakan kegiatan yang sangat menguntungkan, film porno, gambar porno, foto porno, kartun porno, humor porno, dan semua yang berbau porno merajalela sebagai komoditas ekonomi. 2. Kebebasan pers Kebebasan Pers yang baru diberlakukan oleh pemerintah setelah sekian lama dibelenggu oleh rezim orde baru, tapi sayangnya kebebasan tersebut tidak digunakan untuk hal-hal yang positif ( sebagai kontrol pada pemerintah dan penguasa, penegakan demokrasi, penegakan hukum dan keadilan), tetapi digunakan untuk hal-hal yang tidak bertanggungjawab. III. KERANGKA TEORITIK Pihak media massa sering memberikan argumentasi bahwa prespektif kultivasi dan dampak media violence dari tayangan televisi terlalu dibesar-besarkan. Perilaku kita boleh jadi tidak hanya dipengaruhi oleh televisi, mungkin dipengaruhi oleh media lain, pengalaman langsung, dll. Beberapa ahli yang memberi kritik terhadap Gerbner antara lain : 1. Doob dan McDonald Mereka mengatakan bahwa di dalam mempelajari thema kekerasan, kontrol lingkungan lebih cocok dibanding kontrol pendapatan seperti yang pernah dikemukakan oleh gerbner. 2. Hirst Mengatakan bahwa sebuah hubungan nyata antara terpaan kekerasan televisi dan takut akan kejahatan dapat dijelaskan dengan lingkungan dimana penonton tinggal (Livingstone, 1990). Mereka yang tinggal di lingkungan yang tingkat kriminilitasnya tinggi lebih percaya bahwa kemungkinan untuk diserang atau diganggu daripada mereka yang tinggal di lingkungan yang tingkat kriminilitasnya rendah. 3. Pingree dan Hawekins Mereka mengatakan bahwamembahas jenis isi lebih berguna dari pada mengukur jumlah penonton, sebab penonton itu selektif terhadap pesan yang diterimanya. Frederick Wiliams (1989), Mengomentari penelitian yang ada sebagai berikut: “Orang yang merupakan pecandu berat televisi seringkali mempunyai sikap stereotipe tentang peran jenis kelamin, dokter, bandit atau tokoh-tokoh lain yang biasa muncul dalam serial televisi. Dalam dunia mereka ibu rumah tangga mungkin digambarkan sebagai orang yang paling concern terhadap urusan bersih-sersih rumah. Suami adalah orang yang selalu menjadi korban dalam kisah lucu. Perwira polisi menjalani hari-hari yang menyenangkan. Semua bandit berwajah seram”. Beberapa kritikus juga mengatakan bahwa penonton sebenarnya juga aktif di dalam usaha menekan kekuatan pengaruh televisi seperti yang tidak diasumsikan teori kultivasi. Teori kultivasi menganggap bahwa penonton itu pasif. Teori kultivasi lebih memfokuskan pada kuantitas menonton televisi atau “terpaan” dan tidak menyediakan perbedaan yang mungkin muncul ketika penonton menginterpretasikan siaran-siaran televisi. Penonton mempunyai motivasi dan interpretasi yang berbeda satu sama lain. 4. Josep Dominick Mengatakan bahwa ”Individu yang menonton televisi tanpa motivasi dan perencanaan sebelumnya lebih mudah untuk melupakan apa yang dilihatnya dari pada mereka yang menonton televisi dengan motivasi dan perencanaan sebelumnya (Dominic, 1990). Perlu juga dilihat lingkungan/ daerah penonton yang terkena dampak kultivasi. Karena penelitian yang dilakukan Gerbner dan kawan-kawan dilakukan di Amerika Serikat. Hanya sedikit bukti bahwa efek kultivasi itu terjadi di luar AS. Weber ( yang di kutip Condry, 1989) misalnya tidak menemukan bukti di Inggris bahwa ada hubungan antara kecanduan televisi dengan perasaan tidak aman. Itulah kenapa televisi di Inggris sedikit menampilkan adegan kekerasan dibanding televisi AS. Condry kemudian menyarankan seharusnya ada kritik yang dilakukan sebelum adegan televisi disiarkan. Atau bisa jadi karena di Inggris lebih banyak budaya media dibanding AS IV. ANALISIS Kebangkitan Televisi pada tahun 1950 berdampak pada studi efek media yang kini memusatkan risetnya pada terpaan televisi (90 % rumah tangga di AS menonton televisi). a. Schramm, Lyle dan Parker (1961) Mendiskusikan sejumlah contoh. kekerasan imitatif dan sumber berita yang disiarkan pada 1950. Mereka berargumen bahwa hubungan yang kentara antara terpaan adegan kekerasan di TV dengan imitasi kejahatan dan kekerasan bukanlah faktor kebetulan belaka. b. Lieber, Sprafkin, dan Davidson (1981) Melacak peran Pokja Senat yang dipimpin oleh Senator Estes Kefauver untuk Juvenile Delinquency (mempertanyakan perlu tidaknya adegan kekerasan di televisi). Kendati gagal menetapkan konsensus seputar efek-efek kekerasan di televisi, riset ini menyiratkan prioritas untuk mengadakan studi tentang efek terpaan media terhadap perilaku agresif. c. George Gerbner (1972) Melakukan studi analisis isi dan menemukan bahwa acara TV yang diputar pada jam-jam utama (prime time) berisi 8 contoh kekerasan setiap jamnya. Diantara penelitian yang dilakukan untuk mengetahui efek terpaan media televisi pada khalayak, adalah efek media violence. Salah satunya yang dilakukan oleh Huesmann & Eron (1986). Mereka meneliti anak-anak yang diterpa siaran televisi sejak usia 8 tahun sampai 30 tahun. Metode yang digunakan yaitu panel suvei, dan ternyata diperoleh hasil bahwa mereka yang menonton acara kekerasan di TV pada level tertinggi saat anak-anak lebih cenderung terlibat kejahatan serius ketika dewasa. Zillman (1991) mengemukakan teori exitation transfer yang memperkenalkan properti arousal inducing pada media violence untuk memahami intensitas reaksi emosional setelah menonton. Hasilnya, seorang penonton bangkit rasa marahnya setelah diterpa media violence. Arousal atau bangkitnya rasa marah ini dapat ditransfer pada kemarahan yang sesungguhnya, bahkan mengintensifkan hingga menambah kecenderungan berperilaku agresif. V. PENUTUP Terlepas dari pro-kontra masalah dampak media massa terhadap penonton, dalam kasus di Indonesia kita seyogyanya lebih bijaksana dalam menyikapi. Memang diperlukan penelitian lebih banyak dalam konteks Indonesia, mengingat penelitian-penelitian yang selama ini dilakukan lebih banyak di Amerika Serikat dan Eropa. Bukannya kita terlampau menyederhanakan atau menafikkan faktor-faktor lain yang tidak kalah potensial dalam memicu perilaku agresif. Misalnya faktor depresi dan pengalaman traumatik. Tapi, kalaupun peniruan modus operandi kriminalitas dianggap berlebihan, toh efek kriminalitas di televisi tetap saja perlu diwaspadai ketika muncul dalam bentuk desensitisasi kekerasan.

Senin, 08 Oktober 2012

colonial literatur

1.Colonial literature Owing to the large immigration to Boston in the 1630s, the high articulation of Puritan cultural ideals, and the early establishment of a college and a printing press in Cambridge, the New England colonies have often been regarded as the center of early American literature. However, the first European settlements in North America had been founded elsewhere many years earlier. Towns older than Boston include the Spanish settlements at Saint Augustine and Santa Fe, the Dutch settlements at Albany and New Amsterdam, as well as the English colony of Jamestown in present-day Virginia. During the colonial period, the printing press was active in many areas, from Cambridge and Boston to New York, Philadelphia, and Annapolis. The dominance of the English language was hardly inevitable.[1] The first item printed in Pennsylvania was in German and was the largest book printed in any of the colonies before the American Revolution.[1] Spanish and French had two of the strongest colonial literary traditions in the areas that now comprise the United States, and discussions of early American literature commonly include texts by Álvar Núñez Cabeza de Vaca and Samuel de Champlain alongside English language texts by Thomas Harriot and John Smith. Moreover, we are now aware of the wealth of oral literary traditions already existing on the continent among the numerous differentNative American groups. Political events, however, would eventually make English the lingua franca for the colonies at large as well as the literary language of choice. For instance, when the English conquered New Amsterdam in 1664, they renamed it New York and changed the administrative language from Dutch to English. From 1696 to 1700, only about 250 separate items were issued from the major printing presses in the American colonies. This is a small number compared to the output of the printers in London at the time. However, printing was established in the American colonies before it was allowed in most of England. In England restrictive laws had long confined printing to four locations: London, York, Oxford, and Cambridge. Because of this, the colonies ventured into the modern world earlier than their provincial English counterparts.[1] Back then, some of the American literature were pamphlets and writings extolling the benefits of the colonies to both a European and colonist audience. Captain John Smith could be considered the first American author with his works: A True Relation of Such Occurrences and Accidents of Noate as Hath Happened in Virginia... (1608) and The Generall Historie of Virginia, New England, and the Summer Isles (1624). Other writers of this manner included Daniel Denton, Thomas Ashe, William Penn, George Percy, William Strachey, Daniel Coxe, Gabriel Thomas, and John Lawson. The religious disputes that prompted settlement in America were also topics of early writing. A journal written by John Winthrop, The History of New England, discussed the religious foundations of the Massachusetts Bay Colony. Edward Winslow also recorded a diary of the first years after the Mayflower's arrival. Other religiously influenced writers included Increase Mather and William Bradford, author of the journal published as a History of Plymouth Plantation, 1620–47. Others like Roger Williams and Nathaniel Ward more fiercely argued state and church separation. And still others, like Thomas Morton, cared little for the church; Morton's The New English Canaan mocked the religious settlers and declared that the Native Americans were actually better people than the British.[2] Puritan poetry was highly religious in nature, and one of the earliest books of poetry published was the Bay Psalm Book, a set of translations of the biblical Psalms; however, the translators' intention was not to create great literature but to create hymns that could be used in worship.[2] Among lyric poets, the most important figures are Anne Bradstreet, who wrote personal poems about her family and homelife; pastor Edward Taylor, whose best poems, the Preparatory Meditations, were written to help him prepare for leading worship; and Michael Wigglesworth, whose best-selling poem, The Day of Doom, describes the time of judgment. Nicholas Noyes was also known for his doggerel verse. Other late writings described conflicts and interaction with the Indians, as seen in writings by Daniel Gookin, Alexander Whitaker, John Mason, Benjamin Church, and Mary Rowlandson. John Eliot translated the Bible into the Algonquin language. Of the second generation of New England settlers, Cotton Mather stands out as a theologian and historian, who wrote the history of the colonies with a view to God's activity in their midst and to connecting the Puritan leaders with the great heroes of the Christian faith. His best-known works include the Magnalia Christi Americana, the Wonders of the Invisible World and The Biblia Americana. Jonathan Edwards and George Whitefield represented the Great Awakening, a religious revival in the early 18th century that asserted strict Calvinism. Other Puritan and religious writers include Thomas Hooker, Thomas Shepard, John Wise, and Samuel Willard. Less strict and serious writers included Samuel Sewall (who wrote a diary revealing the daily life of the late 17th century),[2] and Sarah Kemble Knight. New England was not the only area in the colonies; southern literature is represented by the diary of William Byrd of Virginia, as well as by The History of the Dividing Line, which detailed the expedition to survey the swamp between Virginia and North Carolina but which also comments on the different lifestyles of the Native Americans and the white settlers in the area.[2] In a similar book, Travels through North and South Carolina, Georgia, East and West, William Bartram described in great detail the Southern landscape and the Native American peoples whom he encountered; Bartram's book was very popular in Europe, being translated into German, French and Dutch.[2] As the colonies moved towards their break with England, perhaps one of the most important discussions of American culture and identity came from the French immigrant J. Hector St. John de Crèvecœur, whose Letters from an American Farmer addresses the question what is an American by moving between praise for the opportunities and peace offered in the new society and recognition that the solid life of the farmer must rest uneasily between the oppressive aspects of the urban life (with its luxuries built on slavery) and the lawless aspects of the frontier, where the lack of social structures leads to the loss of civilized living.[2] This same period saw the birth of African American literature, through the poetry of Phillis Wheatley and, shortly after the Revolution, the slave narrative of Olaudah Equiano, The Interesting Narrative of the Life of Olaudah Equiano. This era also saw the birth of Native American literature, through the two published works of Samson Occom: A Sermon Preached at the Execution of Moses Paul and a popular hymnbook, Collection of Hymns and Spiritual Songs, "the first Indian best-seller".[3] The revolutionary period also contained political writings, including those by colonists Samuel Adams, Josiah Quincy, John Dickinson, andJoseph Galloway, a loyalist to the crown. Two key figures were Benjamin Franklin and Thomas Paine. Franklin's Poor Richard's Almanacand The Autobiography of Benjamin Franklin are esteemed works with their wit and influence toward the formation of a budding American identity. Paine's pamphlet Common Sense and The American Crisis writings are seen as playing a key role in influencing the political tone of the period. During the revolution itself, poems and songs such as "Yankee Doodle" and "Nathan Hale" were popular. Major satirists included John Trumbull and Francis Hopkinson. Philip Morin Freneau also wrote poems about the war's course. During the 18th century, writing shifted focus from the Puritanical ideals of Winthrop and Bradford to the power of the human mind and rational thought. The belief that human and natural occurrences were messages from God no longer fit with the new human centered world. Many intellectuals believed that the human mind could comprehend the universe through the laws of physics as described by Isaac Newton. The enormous scientific, economic, social, and philosophical, changes of the 18th century, called the Enlightenment, impacted the authority of clergyman and scripture, making way for democratic principles. The increase in population helped account for the greater diversity of opinion in religious and political life as seen in the literature of this time. In 1670, the population of the colonies numbered approximately 111,000. Thirty years later it was more than 250,000. By 1760, it reached 1,600,000.[1] The growth of communities and therefore social life led people to become more interested in the progress of individuals and their shared experience on the colonies. These new ideals are accounted for in the widespread popularity of Benjamin Franklin’s Autobiography. 2. Post-independence In the post-war period, Thomas Jefferson's United States Declaration of Independence, his influence on the United States Constitution, his autobiography, the Notes on the State of Virginia, and his many letters solidify his spot as one of the most talented early American writers. The Federalist essays by Alexander Hamilton, James Madison, and John Jay presented a significant historical discussion of American government organization and republican values. Fisher Ames, James Otis, and Patrick Henry are also valued for their political writings and orations. Much of the early literature of the new nation struggled to find a uniquely American voice in existing literary genre, and this tendency was also reflected in novels. European forms and styles were often transferred to new locales and critics often saw them as inferior.

makalah sosiologi komunikasi

PERUBAHAN SOSIAL DAN KOMUNIKASI I. PENDAHULUAN sosiologi komunikasi membahas antara kehidupan sosial dengan salah satu aspek komunikasi yang di pungut dari dunia ilmu pengetahuan yang terkait dengan kemajuan-kemajuan teknis komunikasi memasuki dan menentukan dunia kehidupan sosial dalam suatu masyarakat. Memudarnya masyarakat tradisional akan tampak jelas apabila dilihat dari tiga dimensi perubahan sosial, yaitu: dimensi struktural, dimensi kultural, dan dimensi interaksional. Melihat tiga dimensi perubahan sosial tidak berarti mengabaikan dimensi perubahan lain, seperti dimensi normal dari kehidupan sosial ( karakter pribadi ), peristiwa dan perubahan sosial, perubahan dalam bentuk kualitatif dan kuantitatif, serta perubahan yang direncanakan dan diprogamkan. Dari semua dimensi tersebut tampak ada dalam suatu peristiwa memudarnya masyarakat tradisional. Perubahan stuktur pada masyarakat tradisional merupakan akibat dari derasnya proses modernisasi dengan berbagai nilai atau teknologi yang ditawarkan. Unsur-unsur pentig dalam modernisasi adalah adanya kepribadian yang mobiliitas dan derasnya penyebaran informasi, melalui teknologi media massa yang canggih. II. RUMUSAN MASALAH 1. Interelasi perubahan sosial dan komunikasi 2. Fungsi komunikasi dalam konteks perubahan sosial.
III. PEMBAHASAN 1. Interelasi perubahan sosial dengan komunikasi Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial terjadi ketika ada kesediaan anggota masyarakat untuk meninggalkan unsur-unsur sistem budaya dan sistem sosial lama dan mulai beralih menggunakan unsur-unsur budaya dan sistem sosial yang baru. Perubahan sosial dipandang sebagai konsep yang serba mencakup seluruh kehidupan masyarakat baik pada tingkat individual, kelompok, masyarakat, Negara dan dunia yang mengalami perubahan. Dalam hubungannya dengan proses sosial, komunikasi menjadi sebuah cara dalam melakukan perubahan sosial. Komunikasi berperan menjembatani perbedaan dalam masyarakat karena mampu merekatkan kembali sistem sosial masyarakat dalam usahanya melakukan perubahan. Namun begitu, komunikasi juga tak akan lepas dari konteks sosialnya. Artinya ia akan diwarnai oleh sikap, perilaku, pola, norma, pranata masyarakatnya. Jadi keduanya saling mempengaruhi dan saling melengkapi, seperti halnya hubungan antara manusia dengan masyarakat. Little John (1999), menjelaskan hal ini dalam genre interactionist theories. Dalam teori ini, dijelaskan bahwa memahami kehidupan sosial sebagai proses interaksi. Komunikasi (interaksi) merupakan sarana kita belajar berperilaku. Komunikasi merupakan perekat masyarakat. Masyarakat tidak akan ada tanpa komunikasi. Struktur sosial-struktur sosial diciptakan dan ditopang melalui interaksi. Bahasa yang dipakai dalam komunikasi adalah untuk menciptakan struktur-struktur sosial. Interelasi antara perubahan sosial dengan komunikasi yang pernah diamati oleh Goran Hedebro(1982) sebagai berikut: 1) Teori komunikasi mengandung makna pertukaran pesan. Perubahan dalm masyarakat selalu ada peran dari komunikasi. Komunikasi ada semua pada usaha yang bertujuan kepada kearah perubahan. 2) Walaupun komunikasi hadir dengan tujuan membawa perubahan, tetapi bukan alasan utama dalam perubahan sosial. Hanya saja, komunikasi merupakan salah satu faktor yang menimbulkan perubahan masyarakat. 3) Media yang digunakan dalam komunikasi berperan melegitimasi bangunan sosial yang ada. 4) Komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk mengawasi salah satu kekuatan penting masyarakat. Dengan kata lain, mereka berada dalam posisi mengawasi media, dapat menggerakkan pengaruh yang menetukan menuju arah perubahan sosial. 2. Fungsi komunikasi dalam konteks perubahan sosial Fungsi komunikasi dalam sosial setidaknya mengisyaratkan bahwa komunikasi itu penting untuk membangun konsep diri kita, aktualisasi diri, untuk kelangsungan hidup, untuk memperoleh kebahagiaan, terhindar dari tekanan dan ketegangan. Antara lain lewat komunikasi yang bersifat menghibur, dan memupuk hubungan dengan orang lain. Melalui komunikasi kita bekerja sama dengan anggota masyarakat ( keluarga, kelompok belajar, perguruan tinggi, RT, RW, desa, kota dan Negara secara keseluruhan ). Inkeles dan Smith dalam Jahi, Amri ( 1998 ) berpendapat bahwa komunikasi massa, dan industrialisasi merupakan beberapa cara sosialisasi yang paling penting. Berkaitan dengan ini terdapat beberapa peran komunikasi dalam modernisasi yaitu : a. Komunikasi persuasif Komunikasi persuasif akan mempengaruhi perubahan nilai-nilai, sikap mental, perilaku, kepribadian yang kreatif, motivasi untuk berprestasi yang sangat mendukung terwujudnya modernisasi. Komunikasi persuasive akan mempengaruhi nilai budaya untuk berorientasi ke masa depan, sehingga setiap individu akan mempunyai motivasi untuk berkarya, berinovasi, bersikap hemat untuk menabung, disiplin dan sangat berperan dalam modernisasi. Komunikasi persuasif akan mempengaruhi masyarakat untuk berpartisipasi dalam proyek pembangunan. Sebagai contoh proyek penghijauan, perbaikan jalan desa, dsb. b. Komunikasi interaktif Komunikasi interaktif dalam bidang pendidikan formal dan non formal sangat perberan dalam meningkatkan sumber daya manusia untuk berkarya, disiplin, bertanggung jawab, berprestasi dan berkualitas merupakan faktor yang sangat penting dalam modernisasi. Demikian pula komunikasi interaktif dalam pengasuhan di rumah tangga sangat menentukan keberhasilan generasi penerus dalam melaksakan progam –progam pembangunan. Sebagai contoh: melalui bacaan cerita anak-anak yang berorientasi “ nach ”, yang biasanya di baca waktu di luar sekolah. c. Komunikasi melalui media massa Komunikasi melalui media massa sangat berperan dalam meningkatkan ilmu pengetahuan dan teknologi dalam masyarakat untuk terwujudnya modernisasi. Komunikasi persuasif akan mempengaruhi para petani produsen untuk meningkatkan usaha taninya kearah agribisnis dan agrobisnis sehingga subtitusi impor meningkat, hal tersebut harus disertai pula kebijakan yang menguntungkan bagi petani sebagai perangsang untuk berproduksi, dengan demikian sangat mendukung dalam modernisasi. Peranan komunikasi tersebut diharapkan akan menimbulkan perubahan yang menguntungkan di berbagai bidang kehidupan, demografi, stratifikasi, pemerintahan, pendidikan, system keluarga, nilai, sikap serta kepribadian yang sangat penting bagi proses modernisasi di Indonesia. IV. KESIMPULAN Perubahan sosial adalah proses sosial yang dialami oleh anggota masyarakat serta semua unsur-unsur budaya dan sistem-sistem sosial, dimana semua tingkat kehidupan masyarakat secara sukarela atau dipengaruhi oleh unsur-unsur eksternal meninggalkan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial lama kemudian menyesuaikan diri atau menggunakan pola-pola kehidupan, budaya dan sistem sosial yang baru. Interelasi perubahan sosial dengan komunikasi yaitu Teori komunikasi mengandung makna pertukaran pesa, komunikasi merupakan salah satu faktor yang menimbulkan perubahan masyarakat, Media yang digunakan dalam komunikasi berperan melegitimasi bangunan sosial yang ada, serta Komunikasi merupakan alat yang digunakan untuk mengawasi salah satu kekuatan penting masyarakat. Fungsi komunikasi dalam perubahan sosial terdapat beberapa peran antara lain komunikasi persuasif, komunikasi interaktif serta komunikasi melalui media massa. V. PENUTUP Demikianlah makalah ini yang dapat penulis sampaikan. Semoga apa yang telah penulis lakukan ini nantinya akan menjadi sebuah amal ibadah. Amin. Penulis menyadari bahwasannya dalam penulisan makalah ini masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, mohon kritik dan sarannya dari pembaca yang bersifat membangun demi kesempurnaan makalah kami selanjutnya. Thanks. DFTAR PUSTAKA Deddy mulyana, M.A, Ph.D. Iilmu komunikasi suatu pengantar. Bandung: PT Remaja Rosdakarya Offset. 2005. Hal 5 http://hubungan komunikasi dengan sosial. 6 oktober 2012. 10.00 WIB http://peran komunikasi dalam modernisasi.06 oktober 2012. 10:30 wib M. Munandar Soelaman, Dinamika Masyarakat Transisi. Yogyakarta: Pustaka Pelajar,1998 Nurudin. Sistem komunikasi Indonesia. Jakarta: rajawali pers, 2005. Cet II, hal.45-47 Prof. DR.H.M. Burhan Bungin, S. SOS.,M.SI. Sosiologi Komunikasi Jakarta:Kencana, 2008. cet. III, Hal.91

Selasa, 05 Juni 2012

my best friends

i have fond best friends here after holiday in semester 1, i think when i was not getting class for semester 2 was bless from God, because of what ? because start from it, i have fond my new best friend,,, thanks God.........

Kamis, 31 Mei 2012

AYAH

Ayah...........
Meskipun dari luar engkau keras dan tegas
Tapi, aq tahu hati u penuh kasih sayang dan kehangatan
Seperti seorang ibu, yang memahami perasaan kami dan keinginan kami
Setiap malam engkau mencemaskan putra putri u
jikalau mereka belum tiba di rumah
Hati engkau cemas dan khawatir
Memikirkan kami, putra putri u
Setiap malam engkau selalu terjaga menunggu kedatangan kami
Ayah...... setiap hari engkau selalu memastikan
Apakah putra putri u baik-baik saja dan bahagia

Ayah......aq menyayangi u
aq mencintai u seperti aq mencintai ibu
Ayah ..... maafkan kami jikalau putra putri u
Selalu mengecewakan diri engkau
Tetapi, sungguh dalam diri kami
Kami tidak bermaksud mengecewakan engkau
Kami selalu berusaha untuk membuat ayah bangga pada kami
Kami akan terus belajar dan akan menjadi orang yang sukses
Menjadi anak yang sholeh sholehah dan berbakti kepada ayah dan ibu

Ayah.......kami mencintai u
Terimah kasih telah menjaga kami
Dan selalu mencemaskan kami
Walau kau tidak pernah memperlihatkan semua itu pada kami
Tapi, kami tahu...........

I LOVE ALLAH
I LOVE U DADY
I LOVE U MOMMY
THANKS FOR ALL  :)  

That Man

Han namjaga geudereul saranghamnida
Geu namjaneun yolsimhi saranghamnida
Meil geurimjachorom geudreul ttara danimyo
Geu namjaneun useumyo ulgo issoyo
       Olmana olmana do noreul
       Irotge baraman bomya honja
       I baramgateun sarang i gojigatun sarang
       Gyesokheya niga nareul saranghagatni
Jogeumman gakkai wa jogeumman
Han bal dagagamyo du bal domangganeun
Nol saranghaneun nal jigeumdo yop issoyo
      Geu namjanun songgyogi sosimhanida
      Geureso utneun bobeul bewobomnida
     Chinhan chin-guegdo mothaneun yegiga maneun
     Geu namja_eul maeumeun sangcho tusongi
Geureso geu namjaneun geudel nol saranghetdeyo ttokgatoso
Tto hana gateun babo tto hana gatteun babo
Hanbo nareul anajugo gamyon andweyo
     Nan sarangbatgo sipo geudeyo
     Meil sogeuroman gasum sogeuroman
     Sorireul jireumyo geu namjaneun
Geu namjaga naraneun gan anayo
Almyonsodo ironeun gon anjiyo
Moreuloya geudaen babonikka

ILMU KOMUNIKASI


  • Komunikasi adalah suatu proses penyampaian informasi (pesan, ide, gagasan) dari satu pihak ke pihak yang lain agar terjadi saling mempengaruhi diantara keduanya.
  • Komunikasi adalah proses penyampaian pesan dari komunikator kepada komunikan melalui media tertentu untuk menghasilkan efek atau tujuan dengan timbal balik.
Unsur-unsur komunikasi menurut Laswell:  Who says what whom Channel effect
Tujuan Komunikasi :
Membangun/menciptakan pemahaman bersama.
Menurut Hewitt tujuan komunikasi adalah :

  1. mempelajari atau mengajarkan sesuatu
  2. mempengaruhi perilaku seseorang
  3. mengungkapkan perasaan
  4. menjelaskan perilaku sendiri maupun orang lain
  5. berhubungan dngan orang lain
  6. menyelesaikan sebuah masalah
  7. mencapai sbuah tujuan
Fungsi komunikasi : mendidik, menyakinkan, menghibur dan menginformasikan.

Rabu, 30 Mei 2012

keegoisanku

krnapa aq begitu egois ?????????
gk bsa ngerti keadaan skitar....
pantaskah aq ini sebagai manusia ???????

jangan sampai kejadian kemarin terulang kembali,
tapi ku tak kuasa menahan rasa sakit hati ini,

Ya Allah,,,,,,,,,
ku tahu Engkau sayang kepadaku
maka tunjukkanlah aku menuju jalan yang selalu Kau ridhoi.

jangan biarkan aku terlarut dalam keegoisanku ini Ya Allah
segeralah tunjukan jalan itu kepadaku.

time is importand for me

Untuk mengetahui nilai satu tahun, tanyakanlah kepada siswa yang gagal ujian akhir.
Untuk mengetahui nilai satu bulan, tanyakanlah kepada ibu yang melahirkan bayi prematur.
Untuk mengetahui nilai satu minggu, tanyakanlah kepada seorang editor surat kabar mingguan.


Untuk mengetahui nilai satu menit, tanyakanlah kepada seorang yang baru saja ketinggalan bus, kereta api, atau pesawat.
Untuk mengetahui nilai satu detik, tanyakanlah kepada seorang yang selamat dari kecelakaan.
Untuk mengetahui nilai satu milidetik, tanyakanlah kepada seorang yang meraih medali perak di Olimpiade.
Hargailah dan gunakanlah waktu yang diberikan kepada Anda sebagai kesempatan untuk meraih yang terbaik dengan bertanggungjawab

sabar


Syaikh Zaid bin Muhammad bin Hadi Al Madkhali mengatakan, “Bersabar menahan diri dari kemaksiatan kepada Allah, sehingga dia berusaha menjauhi kemaksiatan, karena bahaya dunia, alam kubur dan akhirat siap menimpanya apabila dia melakukannya. Dan tidaklah umat-umat terdahulu binasa kecuali karena disebabkan kemaksiatan mereka, sebagaimana hal itu dikabarkan oleh Allah ‘azza wa jalla di dalam muhkam al-Qur’an.
Di antara mereka ada yang ditenggelamkan oleh Allah ke dalam lautan, ada pula yang binasa karena disambar petir, ada pula yang dimusnahkan dengan suara yang mengguntur, dan ada juga di antara mereka yang dibenamkan oleh Allah ke dalam perut bumi, dan ada juga di antara mereka yang di rubah bentuk fisiknya (dikutuk).”

Selasa, 22 Mei 2012

demak

demak kota wali
beautiful mosque, right ?
in front of this mosque there is my senior high school.
i prond of born in demak kota wali. because what ? because demak is nice place for everything.
visit demak yah.....
beautiful day

BI RAIN


I MISS U.......
Very-very miss u
when can i see u again ?
when will u go home ?
i waiting your action n your song here .....
go go fighting.




Name : Bi Rain
Real name : Jung Ji Hoon (Jeong Ji Hun)
Nickname : Dog (Collie)
Profession : Actor, Singer, Model and Dancer
Birtday : 25 Juni 1982, Seol, South Korea
Height : 184 cm
Weight : 75 kg
Blood type : O
Family : Father and younger sister Hanna
Talent agency : J. Tune Entertainment, William Morris (U.S)


















handsome man

wuih....... what a handsome this picture.
make me always think about you...
mau donk di tembak pake pistolnya, . , .

Selasa, 15 Mei 2012

everything for you

when i remember you, actually i have tired. because nothing result.
when i think about you, i think nothing result also for me, because i know that you can't come for me directly,,,,,,,,
when i asked you " when will you come for me to meet me ?" you always answer that you don't know when will we can meet again, although time for answers about it.
so, it's make me bored for our steady.
sometime i think, i wanna look for someone again for my motivation in my life, because if i need you, you always there isn't for me, but impossible for me because i have do love you more.....................

Selasa, 08 Mei 2012

makalah penyuluhan agama


 PENYULUHAN AGAMA

       I.            PEBDAHULUAN
Kehidupan beragama merupakan hak asasi setiap manusia. Bahkan hidup beragama adalah hak asasi yang paling asasi. Mayoritas penduduk Indonesia memeluk agama Islam, jumlahnya diatas 90 % dari seluruh penduduk nusantara ini. Namun kita semua tahu dan sadar, dari 90 % tersebut yang benar-benar memahami, menghayati dan mengamalkan syariat Islam mengkin tidak lebih dari separonya.
Pemahaman masyarakat terhadap nilai –nilai dan ajaran Islam masih perlu ditingkatkan. Dan ini menjadi tanggungjawab serta kewajiban bersama bagi setiap muslim, ulama dan tokoh agama, serta pemerintah.[1]
Allah berfirman dalam QS An Nahl 125:
”Serulah (manusia) kepada jalan Tuhan-mu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk”.
    II.            RUMUSAN MASALAH
1.      pengertian penyuluhan agama
2.      Agama dan pembangunan
3.      Pendekatan ( filologi ; fenomena, semantik, historiografi, heurmenetika )

Senin, 16 April 2012

poncoharjo bonang demak



Sekilas tentang desa poncoharjo.
Poncoharjo adalah sebuah desa terletak di kecamatan bonang kabupaten demak. Desa ini letaknya sangat strategis sekali untuk bertani, karena desa ini telah di kelilingi oleh persawahan. Mayoritas penduduknya bekerja sebagai petani, menurut masyarakat sikitar memang pekerjaan petani sangatlah tepat bagi mereka karena mereka tidak perlu buang-buang energy untuk bekerja selain di sekitar lingkungan mereka. Salah satu orang dari masyarakat desa ini yang memiliki banyak lahan sawah adalah H. ngatno yang biasa menyewakan sawahnya kepada orang-orang yang tidak memiliki sawah untuk bercocok taman. Padi dan kacang hijaulah yang biasa masyrakat desa ini tanam. Hasil panen yang masyarakat dapatkan juga seimbang dengan usaha masyarakat ini.
Sebagian dari mereka ada juga yang bekerja dengan usaha meubel, apalagi para remaja-remaja di desa ini, hampir 85% pekerjaannya adalah meubel. baik meubel yang berada di demak sendiri atau di luar kota demak, seperti di bandung, Jakarta, Palembang dan bogor. Karena memang salah dari mereka ada yang mempunyai perusahaan meubel di luar kota demak tersebut.

What About aducation in this village ?
            Aducation ( pendidikan ) di desa ini sangatlah minim sekali, kenapa ? karena banyak di antara masyarakat ini setelah lulus dari SD atau SMP, banyak dari mereka yang tidak melanjutkan pendidikannya. Bukan karena masyarakat ini tidak mampu menyekolahkan anak-anaknya ke pendidikan hyang lebih tinggi lagi, tapi karena perspektif masyarakat inilah yang belum berkembang dengan begitu baik. Apalagi mereka yang memiliki anak perempuan. Orang tua masih beranggapan bahwa pendidikan bagi perempuan tidak begitu penting, karena “toh ujung-ujungnya mesti nek pawon” kata salah seorang ibu dari anaknya yang tidak melanjutkan pendidikan setelah lulus SD atau SMP.   
            Beberapa orang yang telah sukses dari masyarakat ini juga banyak lupa akan desanya sendiri, mereka banyak yang meninggalkan desa dan memilih bertempat tinggal di tempat lain, jadi kemajuan untuk desa ini dalam aducation sangatlah sulit untuk dimajukan, baik dari masyarakatnya sendiri yang masih belum berkembang dalam perspektifnya tentang aducation ataupun dari orang-orang yang telah sukses yang belum mau membangun atau memajukan desa ini untuk aducation.
Fenomena sosial yang terjadi dalam masyarakat desa poncoharjo.
            Masyarakat desa poncoharjo ini termasuk masyarakat jawa yang masih kental dengan kebudayaan jawanya. Mereka masih percaya kedengan mitos-mitos zaman dahulu, contoh saja seperti perhitungan pada tanggal kelahiran seorang pemuda dan pemudi yang mau menikah, jika dalam perhitungan tersebut tidak cocok, maka mereka tidak akan menikah, kalau mereka menikah akan terjadi sesuatu dalam proses keluarganya.
            Masyarak ini juga memiliki sikap toleransi yang tinggi terhadap sesamanya, seperti dalam bukunya Koenjtoroningrat dalam Antropologi, mereka menganggap bahwa orang-orang yang berada dalam lingkungan sekitarnya adalah saudara mereka, bahkan mereka juga memanggil orang-orang yang di sekitarnya itu dengan panggilan makde/pakde yang seharusnya panggilan itu khusus ditujukan untuk panggilan saudaran mereka asli. karena itulah mereka bisa membangun rasa toleransi itu.
           
Who want joint community to build poncoharjo village, please visit this email chochoviq@gmail.com. We can share together to increase poncoharjo village be more creative, innovative and absolutely be the bast than before.

Jumat, 16 Maret 2012

sekilas sampokong





Kelenteng Gedung Batu Sam Po Kong adalah sebuah petilasan, yaitu bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang.
Disebut Gedung Batu karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu., orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng - mengingat bentuknya berarsitektur cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana cheng ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimeklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.[1]
Menurut cerita, Laksamana Zheng He sedang berlayar melewati laut jawa ada seorang awak kapalnya yang sakit, ia memerintahkan membuang sauh. Kemudian ia merapat ke pantai utara semarang dan mendirikan sebuah masjid di tepi pantai yang sekarang telah berubah fungsi menjadi kelenteng. Bangunan itu sekarang telah berada di tengah kota Semarang di akibatkan pantai utara jawa selalu mangalami pendangkalan diakibatkan adanya sedimentasi sehingga lambat-laun daratan akan semakin bertambah luas kearah utara.
Konon, setelah Zheng He meninggalkan tempat tersebut karena ia harus melanjutkan pelayarannya, banyak awak kapalnya yang tinggal di desa Simongan dan kawin dengan penduduk setempat. Mereka bersawah dan berladang ditempat itu. Zheng He memberikan pelajaran bercocok-tanam serta menyebarkan ajaran-ajaran Islam.
Kelenteng Sam Po Kong merupakan bekas tempat persinggahan dan pendaratan pertama seorang Laksamana Tiongkok beragama Islam yang bernama Zheng He / Cheng Ho. Tempat ini biasa disebut Gedung Batu, karena bentuknya merupakan sebuah Gua Batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Terletak di daerah Simongan, sebelah barat daya Kota Semarang

Hampir di keseluruhan bangunan bernuansa merah khas bangunan China. Karena kaburnya sejarah, orang Indonesia keturunan cina menganggap bangunan itu adalah sebuah kelenteng – mengingat bentuknya berarsitektur cina sehingga mirip sebuah kelenteng. Sekarang tempat tersebut dijadikan tempat peringatan dan tempat pemujaan atau bersembahyang serta tempat untuk berziarah. Untuk keperluan tersebut, di dalam gua batu itu diletakan sebuah altar, serta patung-patung Sam Po Tay Djien. Padahal laksamana Cheng Ho adalah seorang muslim, tetapi oleh mereka di anggap dewa. Hal ini dapat dimaklumi mengingat agama Kong Hu Cu atau Tau menganggap orang yang sudah meninggal dapat memberikan pertolongan kepada mereka.
-
selain merupakan tempat ibadah dan ziarah juga merupakan tempat wisata yang menarik untuk di kunjungi. Tempat ini dikenal juga dengan sebutan Gedong Batu. Ada yang mengatakan nama ini dipakai karena asal mula tempat ini adalah sebuah gua batu besar yang terletak pada sebuah bukit batu. Tetapi ada sebagian orang yang mengatakan bahwa sebenarnya asal kata yang benar adalah Kedong Batu, alias tumpukan batu-batu alam yang digunakan untuk membendung aliran sungai.

Komplek Klenteng Sam po Kong terdiri atas sejumlah anjungan yaitu Klenteng Besar dan gua Sam Po Kong, Klenteng Tho Tee Kong, dan empat tempat pemujaan (Kyai Juru Mudi, Kayai Jangkar, Kyai Cundrik Bumi dan mbah Kyai Tumpeng). Klenteng Besar dan gua merupakan bangunan yang paling penting dan merupakan pusat seluruh kegiatan pemujaan. Gua yang memiliki mata air yang tak pernah kering ini dipercaya sebagai petilasan yang pernah ditinggali Sam Po Tay Djien (Zheng He)
Bentuk bangunan klenteng merupakan bangunan tunggal beratap susun. Berbeda dengan tipe klenteng yang lain, klenteng ini tidak memiliki serambi yang terpisah. Pada bagian tengah terdapat ruang pemujaan Sam Po.
Menurut cerita, pada awal abad ke-15 Laksamana Zheng He sedang mengadakan pelayaran menyusuri pantai laut Jawa dan sampai pada sebuah semenanjung. Karena ada awak kapal yang sakit, ia memerintahkan mendarat dengan menyusuri sebuah sungai yang sekarang dikenal dengan sungai Kaligarang. Ia mendarat disebuah desa bernama Simongan. Setelah sampai didaratan, ia menemukan sebuah gua batu dan dipergunakan untuk tempat bersemedi dan bersembahyang. Zeng He memutuskan menetap untuk sementara waktu ditempat tersebut. Sedangkan awak kapalnya yang sakit dirawat dan diberi obat dari ramuan dedaunan yang ada disekitar tempat itu.
Setelah ratusan tahun berlalu, pada bulan Oktober 1724 diadakan upacara besar-besaran sekaligus pembangunan kuil sebagai ungkapan terima kasih kepada Sam Po Tay Djien. Dua puluh tahun sebelumnya diberitakan bahwa gua yang dipercaya sebagai tempat semedi Sam Po runtuh disambar petir. Tak berselang lama gua tersebut dibangun kembali dan didalamnya ditempatkan patung Sam Po dengan empat anak buahnya yang didatangkan dari Tiongkok. Pada perayaan tahun 1724 tersebut telah ditambahkan bangunan emperan di depan gua.
Perayaan tahunan peringatan pendaratan Zheng He merupakan salah satu agenda utama di kota Semarang. Perayaan dimulai dengan upacara agama di kuil Tay Kak Sie, di Gang Lombok. Setelah itu kemudian dilanjutkan dengan arak-arakan patung Sam Po Kong di kuil Tay Kak Sie ke Gedong Batu. Patung tersebut kemudian diletakkan berdampingan dengan patung Sam Po Kong yang asli di Gedong Batu.
Tradisi unik ini bermula sejak pertengahan kedua abad ke-19. Pada masa itu, kawasan Simongan dikuasai oleh seorang tuan tanah yang tamak. Orang-orang yang hendak berkunjung ke kuil Sam Po Kong diharuskan membayar sejumlah uang yang harganya sangat mahal. Karena kebanyakan peziarah tidak mampu membayarnya, kegiatan pemujaan kemudian dialihkan ke kuil Tay Kak Sie. Sebuah replika patung Sam Po Kong kemudian dibuat dan diletakkan di dalam kuil Tay Kak Sie. Setiap tanggal 29 atau 30 bulan keenam menurut penanggalan Imlek Cina, patung duplikat tersebut diarak dari Tay Kak Sie ke Gedong Batu yang dimaksudkan agar patung replika tersebut mendapat berkah dari patung asli yang berada di dalam kuil Gedong Batu.
Pada tahun 1879 atau tahun kelima Guang Xu, kawasan Simongan dibeli oleh Oei Tjie Sien. Oei Tjie Sien merupakan ayah dari Oei Tiong Ham, penderma yang juga dikenal sebagai “Raja Gula” Indonesia. Sejak saat itu, para peziarah dapat bersembahyang di kuil Gedong Batu tanpa dipungut biaya apapun dan urusan pengurusan kuil diserahkan kepada Yayasan Sam Po Kong setempat. Pawai Sam Po Kong itu dihidupkan kembali pada tahun 1937 dan terus menjadi daya tarik hingga sekarang.

Minggu, 11 Maret 2012

dakwah harapan bangsa

dakwah adalah mengajak,menyeru, pamggilan dan undangan.
menurut beberapa para ahli :
1. hamzah yaqub
    dakwah berasal dari bahasa arab yaitu dakwatan yang artinya ajakan ,seruan, undangan dan panggilan.
2. Zaenudin Mz
   Dakwah yaitu usaha memberikan jawaban islan terhadap problem kehidupan yang dialami umat islam.