Kamis, 25 April 2013

PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR DAKWAH



PENGERTIAN DAN UNSUR-UNSUR DAKWAH

Disusun Guna Memenuhi Tugas
Mata Kuliah : Filsafat Dakwah
Dosen Pengampu : Hatta Abdul Malik




Disusun Oleh :
Nurul Kholisoh        111211055





FAKULTAS DAKWAH
INSTITUT AGAMA ISLAM NEGERI WALISONGO
SEMARANG
2013

I.            PENDAHULUAN
Dakwah yang berarti menyerukan dan menyampaikan ajran Allah kepada setiap ummat manusia, usianya adalah usia setua manusia itu sendiri.
Dalam perjalanannya sejak dahulu hingga kini, dakwah telah meninggalkan bekas-bekas dan peristiwa-peristiwa yang dapat diketahui dengan mengamati, mempelajari dan memperkembangkan sejarah perkembangan agama. Tetapi karena agama itu dalam berbagai aspek ajarannya menyangkut pula tentang peri kehidupan manusia dalam hubungannya alam dunia ini, maka tentu saja peristiwa dakwah itu erat hubungannya dengan sejarah kehidupan manusia.
Dakwah dalam praktiknya merupakan kegiatan yang sudah cukup tua, yaitu sejak adanya tugas dan fungsi yang harus di emban oleh manusia di belantara kehidupan dunia ini. Oleh sebab itu, eksistensi dakwah tidak dapat dipungkiri oleh siapa pun, karena kegiatan dakwah sebagai proses penyelamatan umat manusia dari berbagai persoalan yang merugikan kehidupannya, merupakan bagian dari tugas dan fungsi manusia  yang sudah direncanakan sejak awal penciptaan manusia sebagai khalifah fi al-ardh.
 
II.            RUMUSAN MASALAH
A.    Apa pengertian dakwah ?
B.     Apa saja unsur-unsur dakwah ?

III.            PEMBAHASAN
A.    Pengertian dakwah.
            Secara etimologis, kata dakwah merupakan bentuk masdar dari kata yad’u (fiil mudhar’i) dan da’a (fiil madhi) yang artinya adalah memanggil (to call), mengundang (to invite), mengajak (to summer), menyeru (to prpo), mendorong (to urge) dan memohon (to pray). Selain kata “dakwah”, al Qur’an juga menyebutkan kata yang hampir sama dengan “dakwah”, yakni kata “tabligh” yang berarti penyampaian, dan “bayan” yang berarti penjelasan. Kata dakwah disebutkan dalam al Qur’an dengan berbagai bentuk , seperti fiil madhi (da’a), fiil mudhar’i (yad’u), fiil ‘amar (ud’u), mashdar (da’watan) dan sebagainya sebanyak 203 kali, sedangkan kata “tabligh” sebanyak 64 kali, dan “bayan” sebanyak 131 kali.[1]

Sedangkan ditinjau dari segi terminologi, banyak sekali perbedaan pendapat tentang definisi dakwah di kalangan para ahli, antara lain:

1.      Drs. Shalahuddin Sanusi
“dakwah itu adalah usaha mengubah keadaan yang negatif menjadi keadaan yang positif, memperjuangkan yang makmur atas yang mungkar, memenangkan yang hak atas yang batal”.
2.      Syeikh Ali Mahfudz
“mendorong manusia agar memperbuat kebaikan dan menurut petunjuk, memerintah mereka memperbuat kebajikan dan melarang mereka dari perbuatan yang mungkar, agar mereka mendapat kebahagiaan di dunia dan di akhirat.
3.      H.A Timur Djailani M.A
“Dakwah ialah menyeru kepada manusiaberbuat baik dan menjauhi yang buruksebagai pangkal tolak kekuatan mengubah masyarakat dari keadaan yang kurang baik kepada keadaan yang lebih baik. Sehinggga merupakn suatu pembinaan.

Dengan demikian, maka dakwah adalah suatu kegiatan untuk  membina manusia agar mentaati ajaran islam, guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat. Dan berdakwah merupakan perjuangan hidup uuntuk menegakkan dan menjunjung undang-undang ilahi dalam seluruh aspek kehidupan manusia dan masyarakat, sehingga ajaran islam menjadi sibghah (celupan) yang mendasari, menjiwai dan mewarnai seluruh sikap dan tingkah laku manusia dalam kehidupan dan pergaulan hidupnya.[2]

B.     Unsur-unsur dakwah.
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).

1.      Da’i (pelaku dakwah)
Yang dimaksud da’i adalah orang yang melaksanakan dakwah baik lisan maupun tulisan ataupun perbuatan yang baik secara individu, kelompok atau berbentuk organisasi atau lembaga.
            Kata da’i ini secara umum sering disebut dengan mubaligh (orang yang menyempurnakan ajaran islam) namun sebenarnya sebutan ini konotasinya sangat sempit karena masyarakat umum cenderung mengartikan sebagai orang yang menyampaikan ajaran islam melalui lisan seperti penceramah agama, khatib (orang yang berkhutbah), dan sebagainya.
            Da’i juga harus tahu apa yang disajikan dakwah tentang Allah, alam semesta, dan kehidupan, serta apa yang dihadirkan dakwah untuk memberikan solusi, terhadap prablema yang dihadapi manusia, juga metode-metode yang dihadirkannya untuk menjadikan agar pemikiran dan prilaku manusia tidak salah dan tidak melenceng.

2.      Mad’u (mitra dakwah atau penerima dakwah)
Unsur dakwah yang kedua adalah mad’u, yaitu manusia yang menjadi sasaran dakwah atau manusia penerima dakwah, baik sebagai individu maupun sebagai kelompok, baik manusia yang beragama islam maupun tidak, atau dengan kata lain manusia secara keseluruhan. Sesuai dengan firman Allah QS. Saba’ 28:


“Dan kami tidak mengutus kamu, melainkan kepada umat manusia seluruhnya sebagai pembawa berita gembira dan sebagai pemberi peringatan, tetapi kebanyakan manusia tiada yang mengetahui”. (QS. Saba’: 28)  

3.      Maddah (materi dakwah)
Unsur lain selalu ada dalam proses dakwah maddah atau materi dakwah. Ajaran islam yang dijadikan maddah dakwah itu pada garis besarnya dapat di kelompokkan sebagai berikut:
1)      Akidah, yang meliputi:
a.       Iman kepada Allah
b.      Iman kepada Malaikat-Nya
c.       Iman kepada kitab-kitab-Nya
d.      Iman kepada rasul-rasul-Nya
e.       Iman kepada hari akhir
f.       Iman kepada qadha-qadhar
2)      Syari’ah, meliputi :
a.       Ibadah (dalam arti khas)
b.      Muamallah
3)      Akhlaq, meliputi :
a.       Akhlaq terhadap khaliq
b.      Akhlaq terhadap makhluk

Alie yafie menyebutkan lima pokok materi dakwah, yaitu :
1)      Masalah kehidupan
2)      Masalah manusia
3)      Masalah harta benda
4)      Masalah ilmu pengetahuan
5)      Masalah akidah

4.      Wasilah (media dakwah)
Unsur dakwah yang ke empat adalah wasilah (media dakwah), yaitu alat yang dipergunakan untuk menyampaikan materi dakwah (ajaran islam) kepada mad’u.
            Pada dasarnya dakwah dapat menggunakan berbagai wasilah yang dapat merangsang indera-indera manusia serta dapat menimbulkan perhatian untuk menerima dakwah. Semakin tepat dan efektif wasilah yang dipakai semakin efektif pula upaya pemahaman ajaran islam pada masyarakat yang menjadi sasaran dakwah.
            Media (terutama media massa)  telah meningkatkan intensitas, kecepatan dan jangkauan komunikasi dilakukan umat manusia begitu luas sebelum adanya media massa seperti pers, radio, televisi, internet dan sebagainya. Bahkan dapat dikatakan alat-alat tersebut telah melekat tak terpisahkan dengan kehidupan manusia di abad ini.[3]

5.      Thariqah (metode)
Metode dakwah, adalah jalan atau cara yang dipakai juru dakwah untuk menyampaikan ajaran materi dakwah (Islam). Sebagaimana yang tertulis dalam al-Qur’an surat an-Nahl ayat 125:




Artinya: “Serulah (manusia) kepada jalan Tuhanmu dengan hikmah dan pelajaran yang baik dan bantahlah mereka dengan cara yang baik. Sesungguhnya Tuhanmu Dialah yang lebih mengetahui tentang siapa yang tersesat dari jalan-Nya dan Dialah yang lebih mengetahui orang-orang yang mendapat petunjuk.”[4]

1)      Bi al hikmah ( kebijaksanaan), yaitu cara-cara penyampaian pesan-pesan dakwah yang sesuai dengan keadaan penerima dakwah.36 Operasionalisasi metode dakwah bil hikmah dalam penyelenggaraan dakwah dapat berbentuk: ceramah-ceramah pengajian, pemberian santunan kepada anak yatim atau korban bencana alam, pemberian modal, pembangunan tempat-tempat ibadah dan lain sebagainya.[5]

2)      Mau’idzah hasanah, yaitu nasehat yang baik, berupa petunjuk ke arah kebaikan dengan bahasa yang baik yang dapat mengubah hati agar nasehat tersebut dapat diterima, berkenaan di hati, enak didengar, menyentuh perasaan, lurus dipikran, menghindari sikap kasar dan tidak boleh mencaci/ menyebut kesalahan audience sehingga pihak objek dakwah dengan rela hati dan atas kesadarannya dapat mengikuti ajaran yang disampaikan oleh pihak subjek dakwah bukan propaganda yang memaksakan kehendak kepada orang lain.
 
3)      Mujadalah atau diskusi apabila dua metode di atas tidak mampu diterapkan, dikarenakan objek dakwah mempunyai tingkat kekritisan tinggi seperti seperti, ahli kitab, orientalis, filosof dan lain sebagainya. Sayyid Qutb menyatakan bahwa dalam menerapkan metode ini perlu diterapkan hak-hak sebagai berikut:
a.       Tidak merendahkan pihak lawan atau menjelek-jelekan, mencaci, karena tujuan diskusi untuk mencapai sebuah kebenaran.
b.      Tujuan diskusi semata-mata untuk mencapai kebenaran sesuai dengan ajaran Allah.
c.       Tetap menghormati pihak lawan sebab setiap jiwa manusia mempunyai harga diri.[6]



IV.            KESIMPULAN
Dakwah adalah kegiatan untuk  membina manusia agar mentaati ajaran islam, guna memperoleh kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat.
Yang dimaksud dengan unsur-unsur dakwah adalah komponen-komponen yang selalu ada dalam setiap kegiatan dakwah. Unsur-unsur tersebut adalah da’i (pelaku dakwah), mad’u (mitra dakwah), maddah (materi dakwah), wasilah (media dakwah), thariqah (metode), dan atsar (efek dakwah).

V.            PENUTUP
Demikian makalah ini yang dapat penulis sampaikan. Semoga apa yang telah penulis tulis dan sampaikan bermanfaat, tentunya tulisan yang penulis buat masih jauh dari kesempurnaan. Oleh karena itu, apabila ada kesalahan dalam penulisan ataupun penyajiannya penulis mohon maaf. Oleh karena itu, kritik dan saran dari pembaca yang bersifat membangun demi melanjutkan makalah kami selanjutnya. Terimakasih.
















DAFTAR PUSTAKA

Dr.H.Awaludin Primay, Lc., M.Ag. Metodologi Dakwah. 2006. Rasail (Ranah ilmu-ilmu sosial agama dan interdisipliner). Semarang.

Drs. Rachmat Imampuro . Ilmu Dakwah. 1982. Badan Penerbitan Fakultas Dakwah IAIN Walisongo Semarang: Semarang



Moh. Ali Aziz. Ilmu dakwah. 2004. Prenada media: Jakarta.



[1] Dr.H.Awaludin Primay, Lc., M.Ag. Metodologi Dakwah. 2006. Rasail (Ranah ilmu-ilmu sosial agama dan interdisipliner). Semarang. Hal 2.
[2] Drs. Rachmat Imampuro . Ilmu Dakwah. 1982. Badan Penerbitan Fakultas Dakwah IAIN

Walisongo Semarang: Semarang . hal 3.
[3] Moh. Abdul Aziz. Ilmu dakwah. 2004. Prenada Media: Jakarta. Hal.75-120
[4] Ibid.hal.123
[6] Ibid.hal.38

Tidak ada komentar:

Posting Komentar